Rabu, 24 April 2013

ASURANSI SOSIAL : JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA




A.    PENGERTIAN JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

Dalam pasal 1 undang-undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja terdapat definisi Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai penggantian sebagian dan penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.
Jaminan Sosial Tenaga Kerja merupakan upaya kebijaksanaan yang ditujukan kepada tenaga kerja, terutama yang berada dilingkungan perusahaan dalam hal penyelenggaraan, perlindungan dengan interaksi kerja yang saling menguntungkan kedua belah pihak (Tenaga kerja dan pengusaha). Dalam kamus populer “Pekerjaan sosial” istilah jaminan sosial tersebut disebut sebagai berikut[1]:
Jaminan Sosial adalah suatu program perlindungan yang diberikan oleh negara, masyarakat dan organisasi sosial kepada seseorang/individu yang menghadapi kesukaran-kesukaran dalam kehidupan dan penghidupannya, seperti penderita penyakit kronis, kecelakaan kerja dan sebagainya”.

Sedangkan pengertian yang diberikan oleh Imam Soepomo SH, Jaminan Sosial adalah pembayaran yang diterima oleh pihak buruh diluar kesalahanya tidak melakukan pekerjaan, jadi menjamin kepastian pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan diluar kehendaknya[2].
Pasal 2 ayat (4) undang-undang nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial menyebutkan bahwa jaminan sosial perwujudan sekuritas sosial adalah seluruh sistem perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial bagi warga negara yang diselenggarakan pemerintah dan/atau masyarakat guna memelihara taraf kesejahteraan sosial.
Dari rumusan diatas, dapat diketahui undang-undang memberi pengertian jaminan sosial dalam ruang lingkup yang sangat luas, sehingga mencakup usaha-usaha dalam bidang kesejahteraan sosial dalam upaya meningkatkan taraf hidup manusia dan mencegah atau mengatasi keterbelakangan, kebergantungan, keterlantaran dan serta kemiskinan pada umumnya.
Berkaitan dengan itu pendapat Sentanoe Kertonegoro (1989)[3], dalam pengertian yang sangat luas itu,  jaminan sosial dapat meliputi berbagai jenis pelayanan, sarana dan kemanfaaatan yang diberikan Pemerintah kepada masyarakat seperti pendidikan dasar, kesehatan masyarakat, perumahan rakyat, air bersih, dan lingkungan hidup, lanjut usia dan lain sebagainya. Perlu diperhatikan pula seperti ditegaskan segala bentuk pemanfaatan yang diberikan melalui program jaminan sosial tersebut hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan manusia yang bersifat dasar dan minimal untuk menjaga harkat dan martabat manusia. Sehubungan dengan sifat demikian, dapat difahami apabila usaha-usaha dibidang jaminan sosial selalu menjadi tanggung jawab Pemeritah, supaya kemanfaatan yang cukup vital terjamin realisasinya. Bagi mereka yang mampu memenuhi kebutuhan diatas tingkat jaminan sosial tersebut pemenuhannya ditanggung sendiri oleh yang bersangkutan.
Oleh karena itu, segala upaya dan usaha yang berkaitan dengan program jaminan sosial bukan merupakan tanggung jawab Pemerintah semata, akan tetapi tanggung jawab masyarakat luas. Oleh sebab itu, dapat dikatakan semua negara termasuk Indonesia mempunyai Program Jaminan sosial yang dituangkan dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan.
Usaha dan langkah-langkah jaminan sosial secara informal sebenarnya sudah dikenal sejak jaman dahulu. Hal tersebut tampak pada kelompok sosial yang paling kecil, bantuan ekonomi dari keluarga muda ke keluarga yang lebih tua atau dari keluarga yang sosial ekonominya lebih baik membantu keluarga yang perekonomiannya kurang baik.
Masalah Jaminan sosial juga mendapatkan perhatian dari organisasi internasional, misalnya dalam konvensi ILO nomor 102 tahun 1952 tentang standar Minimum Jaminan Sosial disebutkan jaminan sosial yang meliputi pelayanan medis untuk mereka yang sakit dan tunjangan tunai untuk hari tua, cacat, kematian, dan pengangguran. Lebih jauh lagi ILO membatasi konsep kebutuhan dasar meliputi :
1)      Termasuk kebutuhan-kebutuhan minimum tertentu dari suatu keluarga bagi konsumsi sendiri, pangan yang cukup, perlindungan dan pakaian, dan dalam batas tertentu dimasukan perlengkapan dan perabot rumah tangga.
2)      Termasuk pelayanan-pelayanan esensial atau mendasar yang sebagian besar disediakan oleh dan untuk masyarakat, seperti air minum yang bersih, sanitasi, kendaraan umum, fasilitas kesehatan serta pendidikan.

Berkaitan dengan dua hal diatas, dapat pula dicatatkan pula Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia dalam piagam PBB pada pasal 25 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan dan jaminan pada waktu mengalami pengangguran, sakit, cacat, hari tua, dan meninggal dunia.
Konsep Jaminan Sosial di Indonesia tersirat dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea keempat. Diketahui setiap warga negara berhak atas kesejahteraan sosial dan dipihak lain juga berkewajiban aktif turut serta dalam usaha-usaha untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Hal itu menunjukan bahwa usaha jaminan sosial dalam rangka menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat yang bersangkutan.






B.     DASAR HUKUM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

Jaminan sosial tenaga kerja termasuk hukum asuransi. Jaminan sosial tenaga kerja diatur secara umum dalam Buku I Bab 9 pasal 246-286 KUHD yang mengatur segala jenis asuransi secara umum. Adapun beberapa peraturan perundangan yang lebih spesifik jaminan sosial tenaga kerja adalah sebagai berikut :
1.      Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian.
2.      Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
3.      Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
4.      Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
5.      Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 Tentang Penetapan dan Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
6.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Perubanahan Kedelapan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
7.      Peraturan Menteri Nomor PER-12/MEN/VI/2007 Tentang Petunjuk Teknis Pendaftaraan Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
8.      Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-150/MEN/1999 Tentang Penyelenggaraan Program Jamianan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
9.      Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-169/MEN/1999 Tentang Penyelenggaraan Program Jamianan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
10.  Surat Edaran Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor B.337/DJPPK/IX/05
11.  Surat Keputusna Direksi PT JAMSOSTEK (Persero) Nomor KEP/330/122010 Tentang Penetapan Pemberian Hasil Pembangunan Dana Untuk Saldo Jamina Hari Tua (JHT) Tahun 2010 dan Penetapan Pembayaran Saldo Jaminan Hari Tua (JHT) Tahun 2011
12.  Keputusan Direksi PT JAMSOSTEK (Persero) Nomor KEP/310/102011 Tentang Pemberian Manfaat Tambahan Bagi Peserta Program JAMSOSTEK

C.    PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

Sebagaimana dalam pasal 6 Undang-undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, ruang lingkup jamsostek meliputi empat program, yaitu :

1.      Program Jaminan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja merupakan risiko yang dihadapi oleh tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. Dalam pasal 1huruf 6 Undang-undang nomor 3 tahun 1992 definisi kecelakaan kerja adalah kecelakaan kerja yang berkaitan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang ditimbulkan karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Karena pada umumnya kecelakaan kerja akan mengakibatkan dua hal, yaitu kematian dan cacat. Kematian adalah kecelakaan-kecelakaan yang mengakibatkan penderitanya bisa meninggal dunia. Sedangkan cacat adalah tidak berfungsinya sebagian dari anggota tubuh tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja. Cacat terbagi menjadi cacat tetap dan cacat sementara. Cacat tetap adalah kecelakaan-kecelakaan yang mengakibatkan penderitanya mengalami pembatasan, gangguan fisik, atau gangguan mental yang bersifat tetap. Cacat sementara adalah kecelakaan-kecelakaan yang mengakibatkan penderitanya menjadi tidak mampu bekerja untuk sementara waktu.[4] Dalam menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja yang berupa kematian atau cacat tetap atau sementara, baik fisik maupun mental perlu adanya jaminan kecelakaan kerja.
Dalam lampiran II Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 53 tahun 2012 tentang Perubahan Kedelapan Atas Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Jaminan Tenaga Kerja, Terkait besaran santunan yang akan dibayarkan kepada pekerja/buruh yang mengalami kecelakaan kerja adalah sebagai berikut :
1.      Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) 4 (empat) bulan pertama 100% x upah sebulan, 4 (empat) bulan kedua 75% x upah sebulan dan bulan seterusnya 50% x upah sebulan.
2.      Santunan cacat:
a.       santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) dengan besarnya % (persen) sesuai tabel[5] x 80 bulan upah.
b.      santunan cacat total untuk selama-lamanya dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) dan secara berkala dengan besarnya santunan adalah:
·         Santunan sekaligus sebesar 70% x 80 bulan upah;
·         Santunan berkala dibayarkan sebesar Rp 200.000,00 (duaratus ribu rupiah) perbulan selama 24 (dua puluh empat) bulan atau dibayarkan dimuka sekaligus sebesar Rp 4.800.000,00 (empat juta delapan ratus ribu rupiah) atas pilihan tenaga kerja yang bersangkutan.
c.       santunan cacat kekurangan fungsi dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) dengan besarnya santunan adalah % berkurangnya fungsi x % sesuai table x 80 (delapan puluh) bulan upah.

2.      Program Jaminan Kematian
Kematian muda atau kematian dini/prematur pada umumnya meninggalkan kerugian finansial bagi mereka yang ditinggalkan. Kerugian ini dapat berupa kehilangan mata pencaharian atau penghasilan dari yang meninggal, dan kerugian yang diakibatkan oleh biaya perawatan selama yang bersangkutan sakit serta biaya pemakaman. Oleh karena itu, dalam program jaminan sosial tenaga kerja Pemerintah mengadakan program jaminan kematian.
Santunan kematian adalah program jangka pendek sebagai pelengkap program jaminan hari tua, dibiayai dari iuran dan hasil pengelolaan dana santunan kematian, dan manfaat diberikan kepada keluarga atau ahli waris yang sah pada saat peserta meninggal dunia[6]. Bentuk jaminan kematian program Jamsostek ini merupakan program asuransi eka waktu dengan memberikan jaminan untuk jangka waktu tertentu saja, yaitu sampai dengan usia 55 (lima puluh lima) tahun saja[7].
Pada pasal 22 Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2012 santunan Jaminan Kematian dibayarkan kepada Janda atau Duda atau Ahli waris yang sah secara sekaligus (lumpsum) meliputi:
a.       santunan kematian dibayarkan sekaligus sebesar Rp14.200.000,00 (empat belas juta dua ratus ribu rupiah);
b.      biaya pemakaman dibayarkan sekaligus sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah); 
c.       santunan berkala dibayarkan sebesar Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) perbulan selama 24 (dua puluh empat) bulan atau dibayarkan dimuka sekaligus sebesar Rp 4.800.000,00 (empat juta delapan ratus ribu rupiah) atas pilihan Janda atau Duda atau Anak tenaga kerja yang bersangkutan.


3.      Program Jaminan Hari Tua

Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu.
Kepesertaan jaminan hari tua bersifat wajib. Karena jaminan hari tua sama dengan program tabungan hari tua, setiap peserta akan memiliki rekening tersendiri pada badan penyelenggara. Besarnya iuran jaminan hari tua adalah 5,7 persen dari upah pekerja/buruh sebulan, dengan perincian 3,7 persen ditanggung pengusaha dan sebesar 2 persen ditanggung oleh pekerja/buruh.
Selain itu, program ini merupakan program jangka panjang yang hanya dapat dibayarkan kembali oleh badan penyelenggara kepada pekerja/buruh atau ahli warisnya dengan syarat tertentu. Sesuai pasal 26 Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2012 syarat tertentu tersebut, adalah:
1.      Pekerja/buruh yang bersangkutan telah mencapai usia lima puluh lima tahun, yaitu usia sebagai batas masa kerja atau pensiun.
2.      Pekerja/buruh yang bersangkutan mengalami cacat tetap total menurut keterangan dokter yang ditunjuk oleh perusahaan atau badan penyelenggara.
3.      Pekerja/buruh yang bersangkutan meninggal dunia, baik karena kecelakaan kerja maupun kematian dini (prematur).

4.      Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Pemeliharaan kesehatan adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar pekerja/pengusaha memperoleh kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, sehingga memungkinkan dapat bekerjasama secara optimal. Oleh karena itu, program jaminan sosial tenaga kerja juga memprogramkan jaminan pemeliharaan kesehatan.
Paket pemeliharaan dasar yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero) meliputi beberapa hal, yakni :
1.      Rawat jalan tingkat pertama, yaitu semua jenis pemeliharaan kesehatan perorangan yang dilakukan di pelaksana pelayanan kesehatan tingkat pertama.
2.      Rawat jalan tingkat lanjutan, yaitu semua jenis pemeliharaan kesehatan perorangan yang merupakan rujukan (lanjutan) dari pelaksanaan kesehatan tingkat pertama.
3.      Rawat inap, yaitu pemeliharaan kesehatan rumah sakit di mana penderita tinggal/mondok sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksana pelayanan kesehatan atau rumah sakit pelaksana pelayanan kesehatan lainnya.
4.      Pemerikasaan kehamilan dan pertolongan persalinan adalah pertolongan yang diberikan kepada pekerja wanita berkeluarga atau istri pekerja peserta program jaminan pemeliharaan kesehatan sampai persalinan ke tiga.
5.       Penunjang diagnosik, yaitu jenis-jenis pelayanan yang berkaitan dengan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan electro encephalography (EEG), electro cardiography (ECG), dan ultra sonography scanning (CT Scanning).
6.      Pelayanan khusus, yaitu pemeliharaan kesehatan yang memerlukan perawatan khusus bagi penyakit tertentu serta pembelian organ-organ tubuh agar berfungsi seperti semula, yang meliputi pelayanan kesehatan yang bersangkutan dengan kacamata, prothese mata, prothese gigi, alat bantu dengar dan prothese anggota gerak.
7.      Emergensi, yaitu pelayanan dimana peserta jaminan pemeliharaan kesehatan membutuhakan pertolongan segera yang bila tidak segera ditolong akan membahayakan jiwa.
Biaya pengobatan dan perawatan yang dikeluarkan untuk dokter, obat, operasi, rontgen/laboratorium, perawatan Puskesmas, Rumah Sakit Umum Pemerintah Kelas I atau Swasta yang setara, perawatan gigi, mata serta jasa tabib/sinshe/tradisional yang telah mendapat ijin resmi dari instansi berwenang, Maka seluruh biaya yang akan dibayarkan berupa santunan maksimum sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Sedangkan untuk biaya penggantian gigi tiruan maksimal sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
Dalam rehabilitasi, biaya berupa penggantian pembelian alat bantu (orthose) dan/atau alat pengganti (prothese) diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Rumah Sakit Umum Pemerintah dan ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga tersebut serta biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp2.000.000,00(dua juta rupiah).
Biaya pengangkutan tenaga kerja dari tempat kejadian kecelakaan ke rumah sakit diberikan biaya penggantian sebagai berikut:
1.      Apabila hanya menggunakan jasa angkutan darat/sungai/danau maksimum sebesar Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah);
2.      Apabila hanya menggunakan jasa angkutan laut maksimal sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah);
3.      Apabila menggunakan jasa angkutan udara maksimal sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
4.      Apabila menggunakan lebih dari 1 (satu) jenis jasa angkutan, maka berhak atas biaya maksimal dari masing-masing jenis angkutan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2 dan/atau angka 3.

D.    PREMI JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

1.      Besaran Premi Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Besaran pembayaran premi (iuran) jamsostek dihitung sesuai dengan presentase gaji individu karyawan dan kekurangannya menjadi tanggung jawab pengusaha (pemberi kerja). Hal tersebut telah diatur sesuai dengan pasal 9 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 14 tahun 1992 tentang Penyelenggaran Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Pasal tersebut berbunyi :

(1)   Besarnya iuran program sosial tenaga kerja adalah sebagai berikut:
a.      Jaminan Kecelakaan kerja yang perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1, sebagai berikut:
Kelompok I: 0,24% dari upah sebulan;
Kelompok II: 0,54°% dari upah sebulan;
Kelompok III: 0,89% dari upah sebulan;
Kelompok IV: 1,27% dari upah sebulan;
Kelompok V: 1,74% dari upah sebulan;
b.      Jaminan Hari Tua, sebesar 5,70% dari upah sebulan;
c.       Jaminan Kematian, sebesar 0,30% dari upah sebulan;
d.      Jaminan Pemeliharaan kesehatan, sebesar 6% dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga, dan 3% dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga.
(2)   Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha.
(3)   Iuran jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, sebesar 3,70% ditanggung oleh pengusaha dan sebesar 2% ditanggung oleh tenaga kerja.
(4)   Dasar perhitungan iuran jaminan Pemeliharaan kesehatan dari upah sebulan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu) huruf d, setinggitingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).”




2.      Tata Cara Pembayaran Premi
Dalam pasal 22 Undang-undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja mengatakan Pengusaha wajib membayar iuran dan melakukan pemungutan iuran yang menjadi kewajiban tenaga kerja serta membayarkan kepada badan penyelenggara dalam waktu yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. Terkait keterlambatan dan sanksi akan diatur selanjutnya oleh Peraturan Pemerintah.


E.     PIHAK-PIHAK DALAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

1.      Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja
PT. Jamsostek (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sesuai pasal 25 Undang-undang nomor 3 tahun 1993 merupakan  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Struktur Organisasi PT Jamsostek (Persero) tertuang dalam salinan Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero), PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja Nomor: KEP-213/MBU/2011 tanggal 13 Oktober 2011 tentang Perubahan Nomenklatur Jabatan dan Pengalihan Tugas Anggota-anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja[8]
Dasar hukum pendirian PT. Jamsostek (Persero) adalah :
a.       Undang-undang nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
b.      Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
c.       Undang-undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
d.      Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
e.       Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1990 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah nomor 30 tahun 1983 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja.
Adapun pendirian PT Jamsostek (Persero) dengan :
a.       Peraturan Pemerintah nomor 34tahun 1922 tentang Pendirian Perusahaan Umum Asuransi Sosial Tenaga Kerja
b.      Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (PERUM) Asuransi Sosial Tenaga Kerja Menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO)
c.       Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
d.      Akta Notaris nomor 76 tanggal 22 Januari 1966, Notaris Harun Kamil, SH dengan perubahan akhir anggaran dasar perseroan Akta Notaris nomor 45 tanggal 28 Mei 2002, Notaris Imah Fatimah, SH.
Dalam Undang-undang nomor 24 tahun 2011 mengatur tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang akan menggantikan PT. Jamsostek .
2.      Peserta Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Dalam pasal 1 huruf 2 terdapat definisi peserta. Peserta adalah Pengusaha dan Tenaga Kerja yang ikut dalam program jaminan sosial tenaga kerja. Dengan kata lain peserta terbagi dua yaitu pemberi kerja dan pekerja/buruh. Pengusaha/pemberi kerja dapat berupa orang individu maupun badan hukum.

F.     BERAKHIRNYA JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
1.      Jangka Waktu Habis
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2012 terdapat syarat-syarat tertentu dalam program jaminan hari tua. Seperti telah mencapai usia 55 tahun, cacat tetap, dan buruh/pekerja meninggal. Karena program jaminan hari tua merupakan jaminan jangka panjang yang akan dibayarkan santunannya apabila terdapat buruh yang telah berusia 55 tahun. Jangka waktu tersebut telah ditentukan dengan batas usia buruh, apabila telah mencapai usia tersebut seorang buruh tidak akan membayar premi jaminan hari tua. Akan tetapi sebaliknya, buruh tersebut akan mendapat manfaat dari jaminan hari tua.

2.      Terjadi Evenemen Diikuti Dengan Klaim
Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, dan Jaminan Kematian akan berakhir apabila terjadi evenemen dan dilanjutkan dengan klaim. Evenemen-evenemen harus terkait ketiga program tersebut, yakni kecelakaan, sakit, atau meninggal dunia. Karena santunan akan dibayarkan oleh Badan Penyelenggara apabila terjadi risiko.



[1] Ridwan Marpaung, Kamus Populer Pekerja Sosial, 1988, hal. 36
[2] Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1981, hal. 136
[3] Satrawidjaja, Man Suparman, 2005, Bunga Rampai Hukum Dagang, Bandung, PT. Alumni hlmn 5
[4] Zaeni Asyhadie, 2007, Hukum Kerja, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, hlmn 116
[5] Tabel jenis cacat terlampir
[6] Naskah Akademik Undang-undang nomor 40 tahun 2004
[7] Zaeni Asyahadie. Loc. Cit. Hlmn 122
[8] Jamsostek.co.id/organisasi diakses 23september 2012







0 komentar:

Posting Komentar