Rabu, 17 April 2013

HUKUM ASURANSI



A.    PENGERTIAN ASURANSI
Istilah yang lazim digunakan para Sarjana Hukum Belanda untuk menyebutkan istilah Asuransi adalah “Verzekering” dan “Assurantie”. Dalam bahasa Inggris lazim dipakai istilah “Insurance”. Istilah pertanggungan tidak banyak dipakai didalam praktik (Perusahaan asuransi) sehari-hari, melainkan istilah “asuransi”-lah yang banyak dipakai. Terjadinya perbedaan dalam Bahasa Indonesia merupakan akibat pengalihan Bahasa Belanda ke dalam Bahasa Indonesia. Sebagaimana diketahui, bahwa hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum tertulis yang sebagian besar dari Hukum Belanda.
Menurut ketentuan Pasal 246 KUHD terkait Asuransi dan Pertanggungan didefinisikan sebagai berikut :
“Suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan dirinya kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu”.

Terdapat 3 (tiga) unsur mutlak yang perlu diperhatikan dalam Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, yaitu[1]

1.      Adanya Kepentingan 
Kepentingan merupakan obyek pertanggungan dan merupakan hak subyektif yang mungkin akan lenyap atau berkurang karena terjadinya suatu peristiwa tak tentu atau pasti. Unsur kepentingan adalah unsur yang mutlak harus ada pada tiap-tiap pertanggungan, baik pada saat ditutupnya pertanggungan maupun pada saat terjadinya evenemen.      

2.      Adanya Peristiwa Tak Tentu 
Unsur peristiwa tak tentu dalam pertanggungan jiwa, yaitu kematian adalah suatu peristiwa yang pasti akan terjadi, dimana yang tidak tertentu adalah “kapan” kematian itu akan menjadi kenyataan. Peristiwa tak tentu dalam pertanggungan jiwa baru ada apabila si penanggung mengikatkan diri untuk membayar, kalau kematian datang lebih pendek dari pada jangka waktu dan kemungkinan berlangsungnya hidup orang yang bersangkutan. Lain halnya dengan pertanggungan kerugian sebab disana peristiwa itu adalah suatu kejadian yang menurut pengalaman manusia tidak dapat diharapkan akan terjadi.
3.      Adanya Kerugian
Penggantian kerugian diberikan penanggung sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai suatu ganti rugi, oleh karena orang yang menerima ganti rugi tidak menerima ganti rugi yang sungguh-sungguh sesuai dengan kerugian yang dideritanya. Ganti rugi yang diterimanya sebenarnya adalah hasil penentuan sejumlah uang tertentu yang telah disepakati pihak-pihak.

Jadi, pemberian uang oleh penanggung bukanlah murni merupakan suatu penggantian kerugian, oleh karena jiwa manusia tidak mungkin dinilai dengan uang. Rumusan definisi pertanggungan dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD) berlaku bagi segala macam pertanggungan, dengan demikian berlaku bagi pertanggungan kerugian maupun bagi pertanggungan sejumlah uang atau pertanggungan jiwa.  
Sedangakan dalam Undang-undang nomor 2 tahun 1992 definisi asuransi adalah :
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapakan, atau tanggung jawab hukum pihak ketiga yang mungkin akan diderita oleh tertanggung, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.

Selain itu, para sarjana mendefinisikan Asuransi atau pertanggungan sebagai berikut :
1.      Subekti
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dimana seorang penanggung, dengan menikmati suatu premi menyanggupi kepada orang yang ditanggung, untuk memberikan penggantian suatu kerugian atau kehilangan keuntungan, yang mungkin akan diderita oleh orang yang ditanggung sebagai akibat suatu kejadian yang tidak tentu.[2]

2.      Purwosutjipto
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian timbal balik antar penanggung dengan penutup asuransi, dimana penanggung mengikatkan diri untuk mengganti kerugian dan/atau membayar sejumlah uang yang ditetapkan pada waktu penutupan perjanjian, kepada penutup asuransi atau orang lain yang ditunjuk, pada waktu terjadinya evenment, sedangkan penutup asuransi mengikatkan diri untuk membayar uang premi.[3]

3.      Abas Salim
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit), yang sudah pasti sebagai pengganti (Substitusi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti.[4]

4.      Kamus Besar Bahasa Indonesia
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak. Pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran, apabila terjadi sesuatu yang menimpa dirinya atau barang miliknya yang diasuransikan sesuai dengan perjanjian yang dibuat oleh para pihak.[5]

Sedangkan Asuransi sosial adalah asuransi yang dikelola oleh Pemerintah atau Instansi atau badan yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai pengelola asuransi. Berbeda dengan asuransi komersial, asuransi sosial hanya mencangkup perlindungan atas dasar yang biasanya ditentukan dalam peraturan perundangan[6].
Oleh sebab itu, asuransi sosial biasanya bagi kelompok masyarakat tertentu sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundangan, misalnya :
1.      Semua Pegawai Negeri menjadi anggota Asuransi Kesehatan Pegawai Negeri (Keppres Nomor 230 tahun 1986) dan untuk itu setiap bulannya gaji Pegawai Negeri dipotong 2%.
2.      Semua Pegawai Negeri wajib menjadi anggota Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) berdasarkan peraturan pemerintah nomor 10 tahun 1963. Untuk itu setiap Pegawai Negeri harus membayar iuran yang langsung dipotong sebesar 3,25% dari gaji tiap bulan.
3.      Semua karyawan perusahaan swasta dan BUMN wajib menjadi anggota Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) menurut Peraturan Pemerintah nomor 33 tahun 1977. Asuransi ini mencakup asuransi kecelakaan kerja, tabungan hari tua, dan asuransi kematian. Dalam undang-undang nomor 3 tahun 1992 lebih dijelaskan secara lebih rinci mengenai Jaminan Sosial Tenaga Kerja.


1)      Dasar Asuransi

a.      Pengaturan dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang
Dalam KUHD ada dua cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I Bab 9 Pasal 246-286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD maupun yang diatur di luar KUHD, kecuali jika secara khusus ditentukan lain. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 pasal 592-695 KUHD dengan rincian sebagai berikut:
a.       Asuransi Kebakaran pasal 287-298 KUHD
b.      Asuransi Hasil Pertanian pasal 299-301 KUHD
c.       Asuransi Jiwa pasal 302-308 KUHD
d.      Asuransi Pengangkutan Laut dan Perbudakan pasal 592-685 KUHD
e.       Asuransi Pengangkutan Darat, Sungai, dan Perairan Pedalaman pasal 686-695 KUHD
Pengaturan asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan yang didasarkan pada perjanjian antara penanggung dan tertanggung. Perjanjian tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung secara timbal balik. Sebagai perjanjian khusus, asuransi dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis asuransi. Pengaturan asuransi dalam KUHD meliputi substansi sebagai berikut :
a.       Asas-asas asuransi
b.      Perjanjian asuransi
c.       Unsur-unsur asuransi
d.      Syarat-syarat (klausula) asuransi
e.       Jenis-jenis asuransi

b.      Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992
Jika KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan, maka Undang-undang nomor 2 tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian  Lebaran Negara nomor 13 tahun 1992 tanggal 11 Februari 1992 mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan publik administratif, yang jika dilanggar megakibatkan pengenaan sanksi pidana dan administratif[7]. Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku. Dari segi publik administratif artinya kepentingan masyarakat dan negara tidak boleh dirugikan. Jika hal ini dilanggar, maka pelanggaran tersebut diancam dengan sanksi pidana dan sanksi administratif menurut undnag-undang perasuransian. Pelaksanaan Undang-undang nomor 2 tahun 1992 diatur dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian Lembaran Negara nomor 120 tahun 1992.
Pengaturan usaha perasuransian dalam Undang-undang nmor 2 tahun 1992 terdiri dari 13 Bab dan 28 pasal dengan rincian substansi sebagai berikut :
a.       Bidang usaha perasuransian
b.      Jenis Usaha perasuransian
c.       Perusahaan perasuransian
d.      Bentuk hukum usaha perasuransian
e.       Kepemilikan perusahaan perasuransian
f.       Perizinan usaha perasuransian
g.      Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan
h.      Kepailitan dan likuidasi perusahaan perasuransian melalui keputusan Pengadilan Negeri
i.        Ketentuan sanksi pidana dan sanksi administratif

c.       Undang-undang Asuransi Sosial
Asuransi Sosial di Indonesia pada umumnya meliputi bidang jaminan keselamatan angkutan umum, keselamatan kerja, dan pemeliharaan kesehatan. Program asuransi sosial diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara sesuai dengan ketentuan pasal 9 ayat (1) Undang-undang nomor 2 tahun 1992. Perundangan yang mengatur asuransi sosial adalah sebagai berikut :
a.       Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Jasa Raharja):
(1)   Undang-undang nomor 33 tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 17 tahun 1965.
(2)   Undang-undang nomor 34 tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 18 tahun 1965.
b.      Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek):
(1)   Undang-undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
(2)   Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 18 tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perubahan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 33 tahun 1977).
(3)   Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 67 tahun 1991 tentang Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI).
(4)   Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 25 tahun 1981 tentang Asuransi Pegawai Negeri Sipil (ASPNS).
c.       Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (Askes):
(1)   Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 69 tahun 1991 tentang Pemeliharaan Kesehatan PNS, Penerima Pensiun, Veteran, dan Perintis Kemerdekaan Beserta Keluarganya.
Dengan Berlakunya Undang-undang nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan Perundang-undangan asuransi sosial disamping ketentuan asuransi dalam KUHD, maka dianggap cukup memadai aturan hukum yang mengatur tentang usaha perasuransian, baik dari segi keperdataan maupun dari  segi publik administratif.

2)      Tujuan Asuransi

Setiap orang tentu mempunyai risiko dalam hidupnya, yaitu suatu ancaman bahaya kerugian mengenai diri dan harta bendanya yang ditimbulkan oleh peristiwa yang tidak tentu. Jika harta tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, maka akan menyebabkan timbulnya kerugian atau korban jiwa atau cacat raga yang akan mempengaruhi perjalanan hidup seseorang atau ahli warisnya. Seorang tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya merasa berat memikul beban risiko yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
Orang yang menanggung risiko deperti diatas, kemudian mencari cara untuk mengatasinya. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan Asuransi, dengan jalan mengalihkan beban risiko kepada pihak lain yang bersedia untuk mengambilnya, yang diimbangi kesanggupan membayar kontra prestasinya yang disebut premi. Jadi, asuransi itu mempunyai tujuan pertama adalah mengalihkan risiko yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya kedapa orang lain yang mengambil risiko itu untuk mengganti kerugian[8]. Dengan kata lain, akan lebih ringan dan mudah menanggung risiko suatu badan atau jiwa atau objek asuransi lainya oleh suatu perusahaan asuransi daripada menanggungnya sendiri.
Perjanjian pertanggungan mempunyai tujuan untuk memindahkan risiko. Dan apabila terjadi risiko tersebut, maka penanggung akan mengganti kerugian kepada tertanggung. Jadi, tertanggung harus dapat menunjukkan bahwa kepentingan yang ia pertanggungkan benar-benar menderita kerugian. Ini dimaksudkan agar dijaga jangan sampai tertanggung bermaksud menyingkirkan suatu kerugian saja, dan megharapkan suatu keuntungan dari asuransi dengan cara berspekulasi.
Ditinjau dari perusahaan asuransi, tujuan asuransi adalah :[9]
a.       Memberikan perlindungan terhadap kemungkinan yang diderita oleh tertanggung
b.      Memberikan dorongan ke arah perkembangan ekonomi yang lebih  maju
c.       Menghilangkan keragu-raguan bagi usahawan dalam menjalankan usaha atau pekerjaannya
d.      Menjamin penanaman modal investor
e.       Memperoleh hasil berupa premi atas imbalan jasa yang diberikan

Karena tujuan dari asuransi adalah mencari manfaat dengan pengelolaan uang secara aktif. Pembangunan ekonomi memerlukan invesasi dalam jumlah yang memadai di mana pelaksanaanya harus berdasarkan pada kemampuan sendiri. Oleh karena itu diperlukan usaha keras untuk mengerahkan dana masyarakat melalui lembaga bank dan non bank. Usaha perasuransian sebagai salah satu lembaga keuangan non bank yang dapat menghimpun dana dari masyarakat, semakin penting peranannya sebagai sumber modal untuk investasi diberbagai bidang. Dengan kata lain, asuransi dapat dijadikan modal investasi dalam rangka pembangunan ekonomi.
Selain itu asuransi juga mempunyai tujuan untuk melengkapi persyaratan kredit. Karena kreditur akan lebih percaya pada perusahaan yang risiko usahanya diasuransikan. Pemberi kredit tidak hanya tertarik dengan keadaan perusahaan serta kekayaan pada saat ini, tetapi sejauh mana perusahaan tersebut telah melindungi diri dari kejadian-kejadian yang tidak terduga dimasa yang akan datang. Cara memperoleh perlindungan tersebut dengan memiliki polis asuransi[10].

3)      Manfaat Asuransi

Disamping sebagai bentuk pengendalian risiko (secara finansial), asuransi juga memiliki berbagai manfaat yang diklasifikasikan ke dalam beberapa fungsi sebagai berikut:
1.      Fungsi Primer
a.       Pengalihan Resiko
Sebagai sarana atau mekanisme pengalihan kemungkinan resiko / kerugian (chance of loss) dari tertanggung sebagai ”Original Risk Bearer” kepada penanggung     (a risk transfer mechanism). Sehingga ketidakpastian (uncertainty) yang berupa kemungkinan terjadinya kerugian sebagai akibat suatu peristiwa tidak terduga, akan berubah menjadi proteksi asuransi yang pasti merubah kerugian menjadi ganti rugi atau santunan klaim dengan syarat pembayaran premi.

b.      Penghimpun Dana
Sebagai penghimpun dana dari masyarakat (pemegang polis) yang akan dibayarkan kepada mereka yang mengalami kerugian (evenemen), dana yang dihimpun tersebut berupa premi atau biaya asuransi yang dibayar oleh tertanggung kepada penanggung, dikelola sedemikian rupa sehingga dana tersebut berkembang, yang kelak akan akan dipergunakan untuk membayar kerugian yang mungkin akan diderita salah seorang tertanggung.

c.       Premi Seimbang
Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang dilakukan oleh masing – masing tertanggung adalah seimbang dan wajar sebanding dengan risiko yang dialihkannya kepada penanggung (equitable premium). Dan besar kecilnya premi yang harus dibayarkan tertanggung dihitung berdasarkan suatu tarip premi (rate of premium) dikalikan dengan Nilai Pertanggungan.


2.      Fungsi Sekunder
a.       Export  Terselubung (invisible export) Sebagai    penjualan terselubung   komoditas   atau barang-barang   tak   nyata (intangible product) keluar negeri.
b.      Perangsang Pertumbuhan Ekonomi (stimulus ekonomi) Adalah  untuk  merangsang pertumbuhan  usaha,  mencegah kerugian, pengendalian kerugian, memiliki manfaat sosial, dan sebagai tabungan.
c.       Sarana tabungan investasi dana dan invisible earnings[11].
d.      Sarana Pencegah dan Pengendalian Kerugian

4)      Pihak-Pihak Dalam Asuransi

Dalam perjanjian sekurang-kurangnya ada dua macam subjek, selalu ada pihak yang mendapatkan beban kewajiban dan di lain pihak ada seseorang atau badan hukum yang mendapatkan hak atas pelaksanaan kewajiban.
1.      Penanggung adalah badan atau orang yang melakukan kegiatan usaha perasuransian.
2.      Tertanggung adalah badan atau orang yang merupakan peserta asuransi.

Hak dan Kewajiban Penanggung

1)      Penanggung wajib memberikan ganti kerugian atau sejumlah uang dalam perjanjian Asuransi, sesuai dengan ketentuan Pasal 1339
2)      Penanggung wajib untuk melaksanakan ketentuan perjanjian yang telah disepakati. Hal tersebut seperti yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1), (2), (3). Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa :
a.       semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
b.      suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
3)      Penanggung hendaknya membuat perjanjian Asuransi secara tertulis dalam suatu akta yang disebut Polis. Hal ini seperti tercantum dalam Pasal 255 KUHD.
4)      Hak Penanggung untuk menutup kembali (Reasuransi) penanggungnya kepada Perusahaan Asuransi yang lain. Hal ini diatur dalam Pasal 271 KUHD. Tindakan menutup reasuransi disamping melindungi penanggung pertama dari kesulitan melaksanakan kewajibannya, juga secara tidak langsung melindungi kepentingan pemegang polis[12].

Hak dan Kewajiban Tertanggung

1)      Tertanggung wajib membayar premi kepada penanggung.
2)      Pemegang polis / tertanggung dapat menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga dengan memperhatikan Pasal 1267 KUHPerdata yaitu :
“Bahwa pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilaksanakan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga”
3)      Ahli waris dari tertanggung dalam perjanjian Asuransi juga mempunyai hak untuk dilaksanakan prestasi dari perjanjian tersebut. Hal ini disimpulkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata.
4)      Tertanggung wajib untuk melaksanakan ketentuan perjanjian yang telah disepakatinya.


[1] Emmy Pangaribuan, Hukum Pertanggungan, Yogyakarta, Liberty
[2] Subekti, 1994, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta, PT Intermasa, hlmn 218
[3] Purwosutjipto, 1990, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta, Djambatan, hlmn 10
[4] Salim, A. Abas, 1989, Dasar-dasar Asuransi, Jakarta, Rajawali Press, Hlmn 1
[5] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990, Jakarta, Balai Pustaka, hlmn 54
[6] Darmawi, Herman, 2006, Manajemen Asuransi, Jakart, Bumi Aksara, hlm 168
[7] Abdulkadir Muhammad, 1999, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti,  hlmn 19
[8] Simanjuntak, Emmy Pangaribuan, Op Cit, Hlmn 6
[9] Suparjono, 1999, Perasuransian di Indonesia, Jakarta, departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Hlmn 14
[10] Damawi, Herman, 2006, Manajemen Asuransi, Jakarta, Bumi Aksara, hlmn 6
[11] Fungsi dan tujuan asuransi, binagriya, hlmn 1
[12] Man Suparman, Loc Cit, hlmn 25

0 komentar:

Posting Komentar