Minggu, 21 April 2013
Peribahasa Inggris kuno mengatakan, dalam setiap maaf itu
selalu terdapat cinta. Ada dua pengertian penting dalam kalimat di atas,
yakni maaf dan cinta. Dua kata yang bisa dengan gampang diucapkan dan
dijalakan, tapi bisa juga sedemikian sulit terlontar dan enggan
dilakukan. Buktinya, banyak perkawinan yang dirajut dari kata cinta jadi
berantakan lantaran masing-masing tak lagi memiliki kata maaf. Tak
sedikit persahabatan berubah menjadi permusuhan karena kedua pihak gagal
memaknai dua kata tersebut.
Seorang motivator asal
Amerika Serikat yang terkenal pada tahun 1960-an Rebecca Beard, dalam
bukunya Eveyman’s Search bilang, ketika kita mangatakan mampu mencintai
orang lain seperti mencintai diri sendiri, semestinya kita juga harus
berani meminta maaf atas perbuatan yang tidak kita kehendaki dan
perkataan yang seharusnya tidak diucapkan pada orang lain.
Penjelasan
pernyataan di atas bisa diberi ilustrasi sebagai berikut. Seorang guru
meminta murid-muridnya membawa sebuah kantong plastik dan karung berisi
kentang ke sekolah. Masing-masing murid disuruh mengingat nama
orang-orang yang tidak bisa dimaafkan, lantaran pernah menyakiti hati
atau berbuat salah dalam hidup mereka. Setiap nama dituliskan pada
sebutir kentang. Lalu kentang tersebut dimasukkan ke dalam kantong
plastik. Ada yang kantongnya penuh, ada yang setengah, tapi ada juga
yang hanya berisi sedikit kentang. Mulai hari itu mereka diwajibkan
selalu membawa kantong kentang tersebut ke mana pun pergi. Kalau ke
sekolah kantung itu ditaruh di meja, ketika pulang diletakkan di dalam
mobil, di kala tidur ditaruh di sisi tempat tidur. Tugas “aneh” ini
mereka jalani selama sepuluh hari.
Keletihan fisik membawa kantong kentang selama itu secara harfiah menggambarkan beratnya beban spiritual manusia.
Padahal
secara alamiah, pelan-pelan kentang itu akan membusuk dan mengeluarkan
bau tak enak. Otomatis murid-murid itu terganggu oleh abu busuk
tersebut. Fisik mereka pun terpengaruh, kepala jadi pusing, atau bahkan
muntah-muntah.
Cerita di atas adalah metafora atas harga yang
harus kita bayar karena mempertahankan rasa marah, dendam, dan sikap
negatif pada sesame. Terlalu sering kita enggan memberi maaf kepada
orang lain. Ngapain harus memaafkan? Kesenengan mereka dong! Hati kecil
kita tak rela, memberi hadiah maaf pada orang lain. Padahal memberi atau
meminta maaf itu sesungguhnya juga merupakan hadiah bagi kita sendiri.
Lantaran setelah itu kita akan terbebas dari rasa lelah atau bahkan
sakit akibat menenteng-nenteng “kantong kentang”. Nah, mulai hari ini
mari keluarkan kentang maaf dari kantong kita.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar