Minggu, 21 April 2013
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pariwisata bagi kota
Yogyakarta seakan-akan telah menjadi hal yang utama. Dengan kehidupan adat yang
masih sangat kental dan banyaknya obyek wisata di kota Yogyakarta sangat mampu
untuk menarik minat orang dari luar kota untuk datang berkunjung ke kota
tersebut. Setiap musim liburan ataupun hanya sebatas long-weekend saja, kota Yogyakarta dapat dipastikan dibanjiri oleh
para wisatawan domestik. Bahkan gaung indahnya berwisata ke kota Yogyakarta
tidak hanya sebatas di dalam negeri saja, melainkan juga sampai ke luar negeri.
Hal ini dapat dilihat dengan tingkat kunjungan wisatawan mancanegara ke kota
Yogyakarta yang sangat tinggi untuk setiap musim liburannya.
Dengan tingkat
kunjungan wisata yang tinggi baik untuk wisatawan domestik maupun wisatawan
mancanegara inilah, yang seolah-olah pariwisata di kota Yogyakarta telah
menjadi industri ini, secara langsung akan menuntut pada hal penyediaan
terhadap layanan tempat penginapan, salah satu contohnya ialah hotel. Hal
inilah yang melatarbelakangi maraknya pembangunan hotel-hotel di wilayah kota
Yogyakarta dan sekitarnya akhir-akhir ini dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.
Kini di kota Yogyakarta dari data yang ada telah berdiri lebih dari 30 hotel
berbintang dan juga 180 hotel melati.
Secara ekonomis, munculnya hotel-hotel tersebut dapat menjadi indikator
akan meningkatnya taraf perekonomian daerah. Namun, secara yuridis fenomena
tersebut akan banyak menyisakan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan
ketertiban yang bermuara pada perijinan setiap usaha perhotelan.
Secara yuridis, perihal
perhotelan telah diatur secara rinci di dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Hotel dan Penginapan, dimana
pengertian Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat
menginap/istirahat, memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya dengan
dipungut bayaran termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki
oleh pihak yang sama, kecuali untuk usaha lain yang tidak termasuk persyaratan
kualifikasi hotel sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku[1].
Secara teoritis, hotel dapat diartikan sebagai sejenis akomodasi yang
menyediakan fasilitas dan pelayanan penginapan, makan dan minum, serta
jasa-jasa lainnya untuk umum yang tinggal untuk sementara waktu, dan dikelola
secara komersil[2].
Kini, demi meningkatkan
taraf pendidikan siswanya, tidak sedikit Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang
memiliki “labortatorium mini” sebagai tempat untuk mengimplementasikan ilmu
yang diperoleh di kelas dengan melakukan praktek pekerjaan langsung di lapangan
dan dalam pembahasan makalah ini, Sekolah Menengah Kejuruan 6 Yogyakarta
merupakan salah satu dari sekian banyak sekolah yang memiliki fasilitas
tersebut. Setidaknya, terdapat 4 (empat) jurusan yang dimiliki oleh SMK 6
Yogyakarta yang diantaranya adalah jurusan Pariwisata, Tata Kecantikan, Tata
Busana, dan Tata Boga. Jurusan pariwisata memiliki fasilitas berupa hotel yang
disebut sebagai EDOTEL. Hotel Edotel Kenari yang berlokasi di Jalan Kenari Nomor 4 Kota Yogyakarta dan dilengkapi
dengan fasilitas berupa 20 kamar dengan 4 junior suite room dan 16 moderate
room. Dalam setiap kamar dilengkapi fasilitas seperti air conditioner, minibar, TV, hingga kamar mandi dengan bathtub atau shower head. Fasilitas tambahannya adalah ruang rapat. Meeting room di Hotel Edotel Kenari
berjumlah 3 ruangan kapasitas 100 orang dengan fasilitas rapat yang lengkap
mulai dari podium, sound system
hingga LCD projector.
Meskipun kehadirannya
tergolong baru, namun munculnya Edotel ke di tengah kancah bisnis perhotelan kian
menambah warna dalam kompetisi usaha di Yogyakarta. Akan tetapi, hadirnya
Edotel milik SMK 6 Yogyakarta rupanya menyisakan beberapa permasalahan karena
Tanah dimana notabene Hotel Edotel berdiri adalah tanah milik Pemerintah
Provinsi dan Pihak Edotel menguasaianya dengan tanpa melengkapi dengan dokumen
yuridis berupa ijin yang membuktikan adanya alas hak kepemilikan yang sah. Atas
hal tersebut, pada tahun 2010 telah dilakukan pembicaraan antara pihak EDOTEL
dan pemerintah Daerah, dimana kedua belah pihak mencapai kesepakatan bahwa
pemerintah daerah memberikan keringanan atau toleransi pengurusan perizinan dan
Pihak Edotel diwajibkan mengelola hotel dengan menerapkan asas dwi fungsi
pemanfaatan yakni: pemanfaatan hotel sebagai wahana edukasi bagi siswa SMK 6
Yogyakarta dan pemanfaatan berdasarkan orientasi profit (profit oriented) dengan persyaratan pula, bahwa pengelolaan hotel
tidak diperkenankan melibatkan adanya pihak ketiga.
Meski hal tersebut
telah dicarikan solusinya, namun dalam praktek pengelolaannya rupanya masih
menyisakan pelbagai permasalahan. Oleh sebab itu berdasarkan uraian latar
belakang diatas, dalam makalah ini akan dianalisis secara lengkap permasalahan
dengan menarik korelasi antara fakta di lapangan dengan ketentuan hukum positif
yang berkaitan dengan pokok permasalahan, yaitu Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 117 Tahun 1999
tentang Tata Cara Penanaman Modal, Keputusan Menteri Investasi / Kepala
BKPM Nomor 38/SK/1999 Tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal
yang didirikan dalam rangka PMDN / PMA dan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta
nomor 2 tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Penginapan dan Hotel.
B.
PERUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan uraian
latar belakang diatas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah
Proses pengajuan izin usaha Hotel Edotel Kenari SMK Negeri 6 Yogyakarta ?
b. Bagaimana
Implementasi Izin usaha Hotel Edotel Kenari SMKN 6 Yogyakarta dan Desain
Pengelolaannya?
C.
TUJUAN
Adapun
tujuan yang dituju dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.
Untuk mengetahui
prosedur pengurusan perizinan usaha perhotelan di Yogyakarta berdasarkan
ketentuan hukum positif yang berlaku.
b.
Untuk mengetahui
hambatan yang ditemui dalam proses pengurusan perizinan Hotel Edotel Kenari.
BAB II
LANDASAN TEORI PERIZINAN
A.
Pengertian
Perizinan
Banyak para ahli Hukum Administrasi Negara memberikan definisi izin.
Menurut Sjachran Basah sulit untuk mendefinisikan pengertian izin.[3]
Pendapatnya hampir sama dengan di negeri Belanda, seperti yang dikemukakan van
der Pot, Het is uiterst moe lijk voor
begrip vergunning een definite te vinden (sangat sukar membuat definisi
untuk menyatakan pengertian izin itu).[4]
Hal ini disebabkan oleh setiap pakar punya pendapat yang berbeda satu dan
lainnya dan tidak ada kesepakatan untuk meetapkan satu definisi izin. Sukar
menemukan definisi bukan berarti tidak terdapat definisi, bahkan ditemukan
sejumlah definisi beragam definisi.
Utrecht memberikan pengertian vergunning sebagai berikut:
Bilamana pembuat peraturan tidak umumnya
melarang suatu perbuatan, tetapi masih saja memperkenankannya asal saja
diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka perbuatan
administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning).[5]
Steenbeek memberikan rumusan yang lebih jelas. Izin adalah suatu
ketetapan untuk memeperbolehkan suatu tindakan sebagai suatu penyimpangan dari
keadaan yang melarang tindakan tersebut.[6]
Menurut ahli lain yaitu W. F. Prins, menjelaskan bahwa izin biasanya
dikeluarkan sehubungan dengan suatu perbuatan yang berbahaya, namun hal yang
menjadi objek perbuatan tersebut tidak merugikan, tetapi pada hakekatnya
dilarang. Perbuatan dapat dilakukan asalkan berada di bawah perlengkapan administrasi
negara.[7]
Dari pemaparan para ahli tersebut ada kemiripan tentang definisi izin (vergunning) yakni suatu persetujuan dari
penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam
keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan
perundang-undangan. Dengan kata lain izin dapat diartikan sebagai dispensasi
atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan. Dengan memberi izin, pengusaha
memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan tertentu yang sebenarnya
dilarang demi memperhatikan kepentingan umum yang mengharuskan adanya
pengawasan.
B.
Elemen
Pokok Perizinan
Berdasarkan
pendapat para pakar tentang definisi izin dapat disimpulkan bahwa izin adalah
perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan
untuk diterapkan pada peristiwa konkrit menurut prosedur dan persyaratan
tertentu. Dari pengertian tersebut ada beberapa unsur dalam perizinan, yaitu:
1.
Wewenang
Salah
satu prinsip dalam negara hukum adalah etmatigheid
van bestuur atau pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.[8]
Hal ini berarti setiap tindakan hukum pemerintah, baik dalam menjalankan fungsi
pengaturan maupun fungsi pelayanan harus berdasarkan wewenang yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Izin sebagai
bentuk ketetapan
Dalam
rangka melaksanakan tugas pemerintahan, pemerintah diberi wewenang dalam bidang
pengaturan, yang dari fungsi pengaturan muncul beberapa instrument yuridis
untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret, yaitu dalam bentuk ketetapan. Sehingga ketetapan
merupakan norma penutup dalam rangkaian norma hukum.[9]
Salah satu wujud dari ketetapan ini adalah izin.
3.
Lembaga
Pemerintah
Lembaga
pemerintah adalah lembaga yang menjalankan urusan pemerintahan baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah. Menurut Sjachran Basah mulai dari administrasi
negara tertinggi (presiden) sampai dengan administrasi negara terendah (lurah)
berwenang memberikan izin.[10]
Untuk memudahkan
mendapatkan fasilitas. Apabila bangunan yang didirikan telah mempunyai izin
akan lebih mudah mendapat fasilitas.
C.
Fungsi
Pemberian Izin
Ketentuan tentang
perizinan mempunyai fungsi yaitu sebagai fungsi penertib dan sebagai fungsi
pengatur. Sebagai fungsi penertib, dimaksudkan agar izin atau tempat-tempat
usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat lainnya tidak bertentangan satu
sama lain. Sedangkan sebagai fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang
ada dapat langsung dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya.
Menurut M Philipus Hadjon dalam hal Izin Mendirikan Bangunan, fungsi
dari izin mendirikan bangunan dapat dilihat dari:
1.
Segi Teknis
Perkotaan
Pemberian
izin mendirikan bangunan diperlukan pemerintah daerah guna mengatur, menetapkan
dan merencanakan pembangunan perumahan di wilayahnya sesuai dengan potensial
dan prioritas kota yang dituangkan dalam Master Plan Kota. Untuk mendapatkan
pola pembangunan kota yang terencana dan terkontrol tersebut, pelaksanaan
pembangunan di atas wilayah suatu kota diwajibkan memiliki izin mendirikan
bangunan dan penggunaannya sesuai dengan yang disetujui oleh Dinas Perizinan
dan Pengawasan Pembangunan Kota (DP3K).
Dengan
adanya pengaturan pembangunan dengan izin, pemerintah dapat melaksanakan
pembangunan sebagai sarana serta unsur kota dengan berbagai instansi tertata
rapi.
2.
Segi Kepastian
Hukum
Bahwa
izin mendirikan bangunan tersebut bagi si pemiliknya dapat berfungsi antara
lain:
a. Bukti
milik bangunan yang sah.
b. Kekuatan
hukum terhadap tuntutan ganti rugi dalam hal:
1.
Terjadinya hak
milik untuk keperluan pembangunan yang bersifat untuk kepentingan hukum.
2.
Bentuk-bentuk
kerugian yang diderita pemilik bangunan lainnya yang berasal dari kebijaksanaan
dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah.
3.
Segi Pendapatan
Daerah, dalam hal ini pendapatan daerah maka izin pendirian bangunan merupakan
salah satu sector pemasukan yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Melalui
pemberian izin ini dapat dipungut retribusi izin mendirikan bangunan. Retribusi
atas izin mendirikan bangunan itu ditetapkan berdasarkan presentase dari
taksiran biaya bangunan yang dibedakan menurut fungsi bangunan tersebut.
Retribusi izin mendirikan bangunan dibebankan kepada setiap orang atau badan
hukum yang namanya tercantum dalam surat izin yang dikeluarkan itu.
D.
Tujuan
Pemberian Izin
Secara umum tujuan dan
fungsi dari perizinan adalah untuk pengendalian daripada aktivitas pemerintah
dalam hal-hal tertentu yang ketentuan-ketentuannnya berisi pedoman-pedoman yang
harus dilaksanakan oleh baik yang berkepentingan ataupun oleh pejabat yang
berwenang.
Menurut Sjachran Basah
tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu:[11]
1.
Dari Sisi Pemerintah
Dari sisi
pemerintah, tujuan pemberian izin adalah sebagai berikut:
a.
Untuk melaksanakan peraturan
Apakah ketentuan-ketentuan yang termuat
dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan dalam praktiknya atau tidak
dan sekaligus untuk mengatur ketertiban.
b.
Sebagai sumber pendapatan daerah
Dengan adanya permintaan permohonan
izin, maka secara langsung pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap
izin yang dikeluarkan pemohon harus membayar retribusi terlebih dahulu. Semakin
banyak pula pendapatan di bidang retribusi tujuan akhirnya, yaitu untuk
membiayai pembangunan.
2.
Dari Sisi Masyarakat
Dari sisi
masyarakat tujuan pemberian izin adalah:
a.
Untuk adanya kepastian hukum.
b.
Untuk adanya kepastian hak.
c.
Untuk memudahkan mendapatkan
fasilitas. Apabila bangunan yang didirikan telah mempunyai izin akan lebih
mudah mendapat fasilitas.
Dalam hal Izin
Mendirikan Bangunan, tujuan izin mendirikan bangunan adalah untuk melindungi kepentingan
baik kepentingan pemerintah maupun kepentingan masyarakat yang ditujuakan atas
kepentingan hak atas tanah.
Dengan meningkatkan
tindakan-tindakan suatu sistem perizinan, pembuat undang-undang dapat mengejar
berbagai tujuan dari izin, yaitu sebagi berikut:[12]
1)
Keinginan
mengarahkan/mengendalikan aktivitas-aktivitas tertentu, misalnya izin
mendirikan bangunan, izin HO dan sebagainya.
2)
Mencegah bahaya lingkungan,
misalnya izin penebangan, izin usaha industri dan sebagainya.
3)
Melindungi objek-objek tertentu,
misalnya izin membongkar monument-monumen, izin mencari/menemukan barang-barang
peninggalan terpendam dan sebagainya.
4)
Membagi benda-benda, lahan atau
wilayah yang terbatas, misalnya izin menghuni di daerah padat penduduk (SIP)
dan sebagainya.
5)
Mengarahkan/pengarahan dengan
menggunakan seleksi terhadap orang dan aktivitas-aktivitas tertentu, misalnya
izin bertransmigrasi dan sebagainya.
E.
Aspek
Yuridis Perizinan
Campur tangan negara
terlihat dalam perbuatan alat-alat perlengkapan administrasi yang berupa pembentukan
aturan-aturan inkonkrita terhadap keadaan-keadaan yang konkrit berdasar
wewenang khusus yang dimilikinya. Salah satu perbuatan alat kelengkapan
administrasi tersebut adalah ketetapan (beschikking).
Ketetapan adalah perbuatan hukum dari pemerintah khususnya hukum publik.
Ketetapan yang paling banyak dikeluarkan adalah izin (vergunning).
Pada umumnya sistem
izin terdiri atas larangan, persetujuan, yang merupakan pokok dari izin itu
sendiri serta ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan izin. Larangan
merupakan norma tingkah laku yang pada umumnya tidak diperbolehkan. Pelanggaran
atas hal tersebut dihadapkan dengan sanksi-sanksi hukum administrasi atau
sanksi pidana, seperti contoh yaitu membangun bangunan tanpa disertai izin
adalah dilarang. Dengan adanya larangan tersebut, maka pemerintah sendiri dapat
mengesampingkan hal tersebut dengan memberi izin. Pemberian izin dibuat
berdasarkan perundang-undangan yang mengatur tentang perizinan. Izin merupakan
ketetapan pengganti larangan menjadi persetujuan, dibuat sepihak oleh aparatur
tata usaha negara. Setelah dikeluarkannya izin maka terciptalah hukum.[13]
Timbulnya hubungan hukum melalui hak dan kewajiban antara pemegang izin dengan
instansi pemerintah yang memberi izin. Ketentuan-ketentuan adalah syarat-syarat
yang menjadi dasar untuk dapat diterbitkannya izin yang mana ketentuan tersebut
harus dipenuhi oleh pemohon izin.[14]
F.
Penegakan
Hukum Peraturan Perizinan
Penegakan hukum
perizinan dilakukan secara represif oleh instansi yang berwenang. Tindakan represif
dilakukan karena di lapangan terdapat hal-hal seperti:[15]
a.
Penyimpangan
perizinan (tidak memiliki izin atau menyalahi syarat/ketentuan yang tercantum
dalam peraturan maupun surat izin);
b.
Pandangan
kebijaksanaan yang berubah;
c.
Keadaan nyata
yang berubah.
Penegakan hukum
tersebut harus dilakukan untuk mengembalikan kepada keadaan yang normal sesuai
peraturan yang berlaku. Hal yang mutlak dilakukan dalam penegakan hukum adalah
penarikan izin.
Penarikan izin
dilakukan dengan sanksi situatif, tujuannya adalah mengakhiri situasi-situasi
yang dilihat secara obyektif tidak lagi membenarkan tetap berlakunya izin, agar
kepentingan-kepentingan lingkungan dapat terlindungi.[16]
Penarikan kembali izin
yang akan dilakukan harus terlebih dahulu diuji oleh hakim administrasi.
Penarikan kembali izin harus disertai alasan-alasan yang lebih kuat atau cukup
berat dibanding hal alasan penolakan izin.
Sanksi merupakan hal
yang tidak dapat dipisahkan dengan sebuah peraturan. Sanksi berguna untuk
memaksakan pelaksanaan kewajiban terhadap subjek hukum. Menurut Hadjon, sanksi
yang dianut oleh Hukum Administrasi Negara pada umumnya adalah:
1.
Paksaan
pemerintahan (Bestuursdwang)
Kewenangan
untuk menyingkirkan, mencegah, melakukan atau mengembalikan dalam keadaan
semula apa yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Antara lain
berupa penarikan kembali keputusan atau ketetapan, termasuk ketetapan
menguntungkan, seperti penghapusan subsidi.
2.
Denda
administratif
Sanksi
yang berupa kewajiban membayar sejumlah uang dikarenakan melanggar ketentuan
yang ada sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut.
3.
Uang paksa (dwangsom)
Sanksi
ini dapat untuk mengganti sanksi bestuurdwang
apabila secara praktis bestuurdwang sulit dijalankan.
Pelanggaran
izin biasanya diklasifikasikan dalam 2 (dua) bentuk:
1. Pemegang
izin melanggar kewajiban yang telah ditetapkan.
2. Pemegang
izin memberikan data atau informasi yang salah sewaktu mengajukan permohonan
izin.
Izin akan diberikan kembali apabila pelanggar telah melaksanakan sanksi
yang telah dijatuhkan dan memperbaiki hal-hal yang telah dianggap sebagai hal
yang menyimpang dari ketentuan.
G. Perhotelan
Kewenangan di bidang
kepariwisataan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 mutlak
menjadi wewenang Kabupaten/Kota kecuali kewenangan Pemerintah dalam memberikan
pedoman-pedoman dan penetapan standar dalam bidang kepariwisataan dan promosi
budaya/pariwisata yang menjadi wewenang Propinsi.
Kewenangan Pemerintah Kota
Yogyakarta dalam bidang pariwisata sesuai Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2000
antara lain adalah pemberian dan pembatalan izin di bidang pariwisata termasuk
usaha perizinan usaha hotel dan penginapan, sehingga menjadi kewajiban
Pemerintah Daerah untuk membuat peraturan daerah tentang izin usaha perizinan
usaha hotel dan penginapan.
Mengingat fungsi utama perizinan
dimaksud untuk mengadakan pembinaan pengaturan, pengendalian dan pengawasan
serta pelayanan kepada masyarakat, maka Peraturan Daerah ini disamping mengatur
tentang syarat-syarat untuk mendapatkan izin, diatur juga kewajiban-kewajiban
bagi pemegang izin dalam menjalankan usahanya. Kewajiban-kewajiban tersebut
dimaksudkan disamping memberikan perlindungan kepada peserta usaha hotel dan
penginapan, juga dimaksudkan untuk ketertiban administrasi penyelenggaraan
kegiatan usaha.
Sejalan
dengan semangat Otonomi Daerah yang memberikan kewenangan kepada Daerah
Kota/Kabupaten di bidang kepariwisataan khususnya perizinan kegiatan usaha
hotel dan penginapan, maka untuk memberikan landasan hukum bagi kepastian Usaha
Hotel dan Penginapan diperlukan peraturan perundang-undangan. Adapun perturan
yang mengatur perizinan hotel di Yogyakarta diatur dalam Peraturan Daerah Kota
Yogyakarta No. 2 Tahun 2002 yang mengatur tentang Perizinan Usaha Hotel dan
Penginapan.
Hotel
adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat
menginap/istirahat, memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya dengan
dipungut bayaran termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki
oleh pihak yang sama, kecuali untuk usaha lain yang tidak termasuk persyaratan
kualifikasi hotel sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Usaha Hotel
dan Penginapan Remaja dapat berbentuk Badan Usaha maupun perseorangan,
sedangkan usaha pondok wisata merupakan usaha perseorangan yang maksud dan
tujuannya semata-mata berusaha di dalam bidang usaha tersebut. Badan Usaha
Hotel dan Penginapan Remaja dapat berbentuk badan usaha Perseroan Terbatas
(PT), Perseroan Komanditer (CV), Firmas (Fa), Koperasi atau Yayasan. Setiap
pengusahaan hotel, penginapan remaja dan pondok wisata harus memiliki Izin
Usaha yang diberikan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. Izin yang diberikan untuk hotel bintang
meliputi semua jenis kegiatan sebagai penunjang usaha hotel bintang.
Izin Usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 Perda Nomor 2 Tahun 2002 ini berlaku selama perusahaan yang
bersangkutan masih menjalankan usahanya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan wajib didaftar ulang setiap 5 (lima) tahun
sekali kepada walikota atau Pejabat yang ditunjuk. Izin Usaha sebagaimana
dimaksud dapat dipindahtangankan atas izin tertulis Walikota atau Pejabat yang
ditunjuk dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyediaan jasa lainnya di
lingkungan hotel, penginapan remaja dan pondok wisata yang tidak menjadi bagian
dari Izin Usaha, wajib diselenggarakan atas dasar Izin Usaha sendiri sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
H. Tata Cara dan Syarat-Syarat Permohonan Izin
Usaha Hotel
Pemohon Izin Usaha mengajukan
Surat Permohonan kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dengan mengisi
formulir yang telah disediakan. Persetujuan atau penolakan Permohonan Izin
Usaha dikeluarkan paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan.
Apabila waktu 3 (tiga) bulan tersebut terlampaui, maka permohonan dikabulkan.
Syarat-syarat permohonan Izin
Usaha Hotel:
a.
bukti diri yang sah;
b.
melampirkan Izin Mendirikan Bangun-bangunan (IMBB);
c.
melampirkan Izin Gangguan;
d.
melampirkan rencana tapak dan studi kelayakan;
e.
melampirkan Akte Pendirian Perusahaan, kecuali untuk
usaha perorangan;
f.
Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD);
g.
Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD);
I. Pencabutan Izin
Izin Usaha dapat dicabut, karena
salah satu hal sebagai berikut:
a.
tidak memenuhi kewajiban-kewajiban dalam pengusahaan
hotel.
b.
terbukti melakukan tindak pidana kejahatan yang
berkaitan dengan kegiatan usahanya;
c.
terbukti melakukan tindak pidana pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan yang lain yang berkaitan dengan kegiatan
usahanya;
d.
tidak menjalankan usahanya selama 2 (dua) tahun
berturut-turut.
Pencabutan Izin Usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 huruf a, c dan d Peraturan Daerah ini dilaksanakan
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diberikan peringatan sebanyak 3
(tiga) kali.
Pemberian peringatan atau
pencabutan izin dilaksanakan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.
J. Pembatalan Izin
Izin Usaha dinyatakan tidak
berlaku karena salah satu hal sebagai berikut:
a.
pengusaha tidak meneruskan usahanya atau usahanya
bubar;
b.
pemegang izin meninggal dunia;
c.
dipindahkan oleh pemegang izin Usaha tanpa izin
tertulis dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk;
d.
tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan ulang
izin usaha;
e.
tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (3) Peraturan Daerah ini;
f.
hak penguasaan tanah/tempat usaha hilang/dihapus;
g.
alas hak terhadap tempat usaha atau jenis usaha
hapus.
K. Ketentuan Pidana
Berdasarkan Pasal 33 Perda Kota
Yogyakarta No. 2 Tahun 2002 pelanggaran terhadap ketentuan perizinan diancam
dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.
2.000.000,- (dua juta rupiah). Tindak pidana ini termasuk pelanggaran.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Prosedur
Pengajuan Izin Usaha Hotel di Wilayah Kota Yogyakarta
Pertumbuhan Hotel di Yogyakarta memiliki
peran yang signifikan dalam meningkatkan jumlah Pendapatan Asli Daerah Kota
Yogyakarta. Dari tahun ke tahun, realisasi pajak hotel semakin meningkat di
Kota Yogyakarta. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya jumlah hotel dan
meningkatnya kesadaran pelaku usaha perhotelan dalam membayar pajak.
Peningkatan
jumlah pajak hotel ini dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :
Realisasi
Penerimaan Pajak Daerah (Ribu Rupiah).
Sumber
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
Hotel
|
17.994.725
|
14.575.296
|
20.529.610
|
26.544.641
|
30.788.901
|
Restoran
|
8.532.492
|
8.635.810
|
9.638.779
|
10.615.751
|
12.002.777
|
Hiburan
|
1.700.213
|
1.352.354
|
1.740.987
|
2.037.439
|
3.727.950
|
Reklame
|
2.437.630
|
2.224.859
|
3.619.969
|
4.962.578
|
5.030.452
|
Penerangan Jalan
|
15.159.696
|
16.882.280
|
18.885.554
|
17.864.484
|
19.736.631
|
Parkir
|
281.963
|
326.548
|
368.071
|
426.015
|
565.825
|
Jumlah
|
46.106.723
|
43.997.150
|
54.782.973
|
62.450.910
|
71.852.539
|
Sumber: DPDPK
Kota Yogyakarta, 2010.
Dan dapat dilihat pula realisasinya pada Tabel di
bawah ini bahwa kontribusi pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kota Yogyakarta pada tahun 2005- 2009 bervariasi antara 15,12 persen sampai
dengan 20,17 persen atau dengan rata-rata setiap tahunnya 18,48 persen. Ini
berarti hampir 20 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Yogyakarta berasal
dari pajak hotel.
Kontribusi
Pajak Hotel terhadap PAD.
Tahun
|
Realisasi
Pajak Hotel
(Ribu Rupiah)
|
PAD
(Ribu Rupiah)
|
Kontribusi
(%)
|
2005
|
17.994.725
|
89.196.416
|
20,17
|
2006
|
14.575.296
|
96.419.456
|
15,12
|
2007
|
20.529.610
|
114.098.350
|
17,99
|
2008
|
26.544.641
|
132.431.571
|
20,04
|
2009
|
30.788.901
|
161.473.838
|
19,07
|
Sumber:
DPDPK Kota Yogyakarta, 2010 (diolah).
Naik turunnya kontribusi pajak hotel dikarenakan
banyak tidaknya kunjungan ataupun lama menginap di hotel dan dari perkembangan
PAD. Selain itu, kecakapan kinerja dari lembaga pemungut pajak dan juga
kesadaran serta kepatuhan dari pelaku usaha perhotelan dalam membayar pajak
juga mempengaruhi kontribusi pajak hotel terhadap pembentukan PAD. Khusus untuk
tahun 2006, penurunan jumlah penerimaan pajak hotel juga dipengaruhi oleh
adanya bencana alam yaitu meletusnya gunung merapi dan gempa bumi yang
melumpuhkan sektor pariwisata termasuk sektor perhotelan.
Hotel di Yogyakarta merupakan industri yang sangat
potensial untuk dikembangkan. Sehingga untuk itu pemerintah Kota Yogyakarta
dalam RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) maupun dalam RPJMD
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) telah menetapkan visi pembangunan
Kota Yogyakarta yaitu ”Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan Berkualitas,
Pariwisata Berbasis Budaya dan Pusat Pelayanan Jasa, Yang Berwawasan
Lingkungan”
Kemudian visi tersebut dituangkan kedalam misi
pembangunan Kota Yogyakarta yaitu ”Mempertahankan Predikat Kota Yogyakarta
Sebagai Kota Pariwisata, Kota Budaya, dan Kota Perjuangan”. Dimana salah satu
programnya adalah pengembangan dan peningkatan kualitas dan kuantitas fasilitas
sarana dan prasarana yang menunjang keindahan dan kenyamanan Kota Yogyakarta
serta peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan industri pariwisata.
Untuk mendukung visi dan misi tersebut yaitu
menjadkan dan mempertahankan Kota Yogyakarta sebagai Kota Pariwisata maka hotel
juga memegang peranan yang penting. Pengaturan tentang hotel di Yogyakarta terdapat
dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Kepariwisataan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam
ketentuan Penutup Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah ini menghapuskan
Peraturan Daerah sebelumnya tentang pariwisata sebelumnya seperti Peraturan
Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Hotel Dan
Penginapan; Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Perizinan Usaha Restoran, Rumah Makan, Tempat Makan, Dan Jasa Boga; Peraturan
Daerah Kota Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Rekreasi Dan
Hiburan Umum; Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2002 tentang
Perizinan Usaha Jasa Impresariat; dan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 6
Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Perjalanan Wisata. Dalam ketentuan peralihan
peraturan daerah ini disebutkan pula bahwa tentang izin usaha hotel dan
sebagainya yang tercantum dalam pasal 56 yang diperoleh sebelum berlakunya
Peraturan Daerah ini harus disesuaikan dengan ketentuan yang terdapat
dalam Peraturan Daerah ini paling lambat
enam bulan sejak Peraturan Daerah ini berlaku.
Prosedur pengajuan izin usaha hotel diantaranya
perlu ada suatu usulan tertulis
B.
Implementasi
Izin Usaha Hotel Edotel Kenari SMK Negeri 6 Yogyakarta
Edotel adalah sebuah Education Hotel yang berada di
lingkungan perkantoran Yogyakarta. Dengan menginap di Hotel Edotel Kenari,
akses kepusat kota ataupun pusat belanja di Malioboro dan di Jalan Solo mudah
di jangkau. Edotel ini berada di bawah naungan SMK Negeri 6 Yogyakarta. Awal
berdirinya hotel ini adalah untuk meningkatkan pengembangan SMKN 6 Yogyakarta.
Awalnya
tanah dari hotel ini merupakan lapangan tenis yang dimana itu merupakan milik dari Pemerintah Pemerintah Provinsi DIY. Bapak
Rujito merupakan kepala sekolah SMK Negeri 6 Yogyakarta ketika awal berdirinya
Edotel ini, menanyakan apakah tanah disebelah SMK Negeri 6 Yogyakarta tersebut
bisa digunakan untuk pengembangan SMK Negeri 6 itu sendiri kepada bapak
Daryanto ( Kasi Perlengkapan di Kanwil Dikti). Pemberian itu terjadi hanya
secara lisan dan belum sampai ke Gubernur DIY karena dianggap tanah itu hibah
dari pemerintah provinsi. Padahal dalam pelaksanaan hibah tentunya memerlukan
waktu yang panjang dan harus persetujuan dari Gubernur DIY.
Bapak
Rujito yang telah merasa memiliki hak atas tanah tersebut (yang diberikan
secara lisan oleh bapak Daryanto) lalu memagari tanah tersebut. Dengan demikian
timbulah persepsi dalam warga sekitar SMK Negeri 6 Yogyakarta bahwa tanah yang
dipagari tersebut adalah milik SMK Negeri 6 Yogyakarta. Dalam perjalanan waktu,
SMK Negeri 6 tersebut mendapat surat untuk mendirikan hotel untuk menunjang
pembelajaran dan media praktek bagi para siswa. Nah ketika itu muncullah
pertentangan antara Pemerintah Provinsi dengan SMK Negeri 6 Yogyakarta dan
Pemerintah Kota Yogyakarta. Pemerintah Provinsi yang merasa bahwa tanah
tersebut adalah milik pemerintah provinsi, marah karena diatas tanah mereka
dibangun sebuah hotel yang tanpa dibuktikan dengan izin usaha hotel. Karena
merasa tanah tersebut adalah milik pemerintah provinsi DIY, maka pemerintah
provinsi mengultimatum/ memberikan somasi kepada pihak SMK Negeri 6 Yogyakarta
untuk tidak melanjutkan Edotel tersebut. Pemerintah Kota Yogyakarta karena
sebagai induk dari SMK Negeri 6 Yogyakarta lalu mengganti Kepala Sekolah SMK
Negeri 6 Yogyakarta yang sebelumnya bapak Rujito, menjadi bapak Drs. Sugeng
Sumitoyo, M.M. (narasumber). Beliau lalu ditugaskan oleh walikota Yogyakarta
untuk menyelesaikan masalah ini. Beliau dilantik 7 Desember 2007. Saat beliau
dilantik sebagai Kepala Sekolah SMK Negeri 6 Yogyakarta, beliau juga mengemban
jabatan sebagai Kepala Sekolah SMK Negeri 5 Yogyakarta. Bapak Sugeng Sumitoyo
selaku kepala sekolah SMK Negeri 6 Yogyakarta yang baru lalu datang ke Kantor
Aset Daerah Provinsi D.I.Yogyakarta untuk menanyakan tentang status tanah
Edotel tersebut. Pemerintah provinsi menjelaskan bahwa tanah Edotel tersebut
tidak pernah dihibahkan oleh Pemerintah Provinsi ke Pemerintah Kota maupun SMK
Negeri 6 Yogyakarta. Karena Edotel tesebut sudah berdiri, maka beliau lalu
mendatangi bapak Walikota Yogyakarta, yang ketika itu adalah Herry Zudianto.
Bapak
Herry Zudianto lalu menyurati Pemerintah Provinsi dan surat tersebut diterima.
Dari hasil kesepakatan antara Pemerintah Provinsi yang diwakili oleh Sekretaris
daerah D.I.Y, Pemerintah Kota Yogyakarta yang diwakili oleh Walikota
Yogyakarta, dan SMK Negeri 6 Yogyakarta, membuat kesepakatan bahwa tanah yang
diatasnya telah ada bangunan Hotel Edotel tersebut dipinjam-sewakan dengan MoU.
Dalam MoU tersebut, salah satu pasalnya menyebutkan bahwa, pengelolan hotel
tersebut tidak boleh dipihak ketigakan. MoU itu hanya berlaku selama 2 tahun
dari tahun 2008-2010.
Setelah
ada MoU, lalu pihak SMK Negeri 6 Yogyakarta diberikan copy sertifikat tanah
Edotel tersebut oleh Pemerintah Provinsi. Setelah adanya copy sertifikat tanah
tersebut, pihak SMK Negeri 6 Yogyakarta lalu mengurusi izin operasional hotel,
Surat Izin Usaha Pariwisata (SIUP),
surat HO, dan sebagainya. Pada tanggal 20 Oktober 2008, Edotel tersebut
dilaunching.
Fungsi
hotel ini adalah untuk tempat training siswa SMK Negeri 6 Yogyakarta, terutama
untuk jurusan akomodasi perhotelan, karena dalam konsep pendidikan dikejuruan,
praktek itu tidak boleh simulasi. dengan demikian maka Edotel selain memang
sebagai tempat untuk para siswa melakukan praktek, Edotel juga menerima tamu
dari luar sebagaimana hotel pada umumnya.
Sebelumnya
juga sudah dijelaskan bahwa Edotel ini tidak boleh dikelola oleh pihak ketiga.
Dengan demikian karena Edotel ini berada dibawah naungan SMK Negeri 6
Yogyakarta, maka yang menjadi General Manager nya pun adalah KepalaSekolah SMK
Negeri 6 Yogyakarta dan beberapa staff nya adalah guru-guru dari SMK Negeri 6
Yogyakarta.
Setelah
MoU antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota Yogyakarta selesai (karena
berlaku 2 tahun), munculah permasalah kembali. MoU yang sudah habis masa
belakunya tersebut harus diperpanjang kembali. Ketika itu Pemerintah Provinsi
mengundang Pemerintah Kota Yogyakarta dan KepalaSekolah SMK Negeri 6 Yogyakarta
untuk rapat di Kantor Aset Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam
rapat tersebut, Pemerintah Provinsi bersikeras untuk meminta SMK Negeri 6
Yogyakara membayar uang sewa kepada Pemerintah Provinsi. Alasannya, Edotel
tersebut sudah menghasilkan uang dari semenjak awal operasionalnya. Pemerintah
Provinsi mengganggap bahwa ini merupakan asset bagi kas Pemerintah Provinsi.
Dalam MoU yang sebelumnya pihak SMK Negeri 6 Yogyakarta diberikan gratis,
karena untuk pendidikan dan hanya membayar PBB saja sebesar Rp 14.000.000.
Namun dalam MoU yang baru ini, yang dimana MoU ini ditandatangani oleh
Pemerintah Provinsi D.I.Yogyakarta (diwakili oleh Sekda) dengan SMK Negeri 6
Yogyakarta (diwakili oleh bapak Drs. Sugeng Sumitoyo, M.M. selaku kepala
sekolah), pihak SMK Negeri 6 Yogyakarta diharuskan untuk membayar sewa tanah
Edotel tersebut sebesar Rp 9.500.000 per tahun dan membayar PBB sebesar Rp
14.000.000. Selain itu, Edotel juga dikenakan pajak daerah yang harus disetorkan
ke Pemerintah Kota Yogyakarta, sebesar Rp 150.000.000 per tahun. Dengan
demikian, dulu kontribusi Edotel untukperkembangan pendidikan di SMK Negeri 6
Yogyakarta yang cukup besar, sekarang sudah tidak maksimal lagi seperti dulu.
Hotel Traning
Center “Edotel Kenari” merupakan salah satu hotel di Yogyakarta yang
dibangun sejak 9 Desember 2005 diatas tanah seluas 1590 meter persegi dengan
luas bangunan 960 meter persegi dan diresmikan pada tanggal 20 september 2008.
Hotel ini terdiri dari 3 lantai ini yang mempunyai 20 kamar dengan berbagai
fasilitas antara lain meeting room,
restoran, ticketing centre, public toilet, café dan salon serta
dilengkapi dengan ATM. Pembangunan hotel ini menggunakan dana APBN 750 juta,
APBD Kota 750 juta, dan sharing
komite sekolah sebesar 750 juta. Hotel ini mengacu pada Peraturan Daerah No. 2
Tahun 2002 yang memiliki predikat kelas hotel Melati 2[17]
dengan fasilitas kamar layaknya hotel berbintang. Ukuran yang dapat
dikategorikan sebagai hotel berbintang apabila memenuhi dan memiliki fasilitas
penunjang usaha hotel antara lain: a. penggunaan
lift; b. pengunaan boiler; c.
penyehatan makanan; d. penggunaan bangunan; e. penyimpanan jam kerja; f. penyimpanan minuman keras; g. penjualan minuman keras; h. siaran
video di dalam bangunan usaha sendiri; i.penggunaan antena parabola; j.penggunaan kolam renang; k.penyelenggaraan diskotik; l. penyelenggaraan bar/tempat minum; m.
pengelenggaraan retoran; n. penggunaan mandi uap; o. penyelenggaraan laundry
dan dry cleaning; p. penyelenggaraan sarana
olah raga dan rekreasi; q. penggunaan racun api; r. promosi kegiatan usaha
sendiri; s. kegiatan keramaian; t. pertunjukan
terbatas; u. penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang; v.
penyelenggaraan parkir di halaman sendiri.[18]
Prosedur pengajuan izin usaha perhotelan “Kenari
Hotel” tidaklah menemukan kesulitan, karena dinas perizinan memberikan
bimbingan dalam melengkapi segala kelengkapan sebagai syarat administrasi
pendirinan usaha hotel. aturan yang digunakan dinas perizinan dalam melayani
pemberian izin usaha hotel adalah Peraturan Walikota Yogyakarta No. 34 Tahun
2008 tentang Penetapan Persyaratan Perizinan dan Waktu Pelayanan Perizinan.
Izin usaha hotel harus memenuhi persyaratan administrasi untuk yang baru berupa
: a. Foto copy KTP yang berlaku; b. Foto copy zin Gangguan; c. Foto copy Akta
pendirian perusahaan, kecuali bagi usaha perorangan; d. Foto copy NPWPD; e.
Profil Perusahaan. Dan untuk yang lama berupa : a. Foto copy KTP yang masih
berlaku; b. Foto copy Izin Gangguan; c. Foto copy SIUK; d. Profil Perusahaan;
e. Surat pernyataan bahwa dokumen yang dulu tidak ada perubahan dan masih tetap
berlaku dan atau surat/dokumen perubahan.[19]
Dan diatur juga dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 2 tahun 2002, berupa
: a. bukti diri yang sah; b. melampirkan
Izin Mendirikan Bangun-bangunan (IMBB);
c. melampirkan Izin Gangguan; d.
melampirkan rencana tapak dan studi kelayakan;
e. melampirkan Akte Pendirian Perusahaan, kecuali untuk usaha
perorangan; f. Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD);[20]
Izin Usaha Hotel dan Penginapan Remaja dapat
berbentuk Badan Usaha maupun perseorangan yang dapat berbentuk badan usaha
Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), Firmas (Fa), Koperasi atau
Yayasan.[21]
Sehingga menarik untuk dikaji dalam kasus SMK Negeri 6 Yogyakarta yang
statusnya negeri dan dibawah dinas pendidikan, pemuda dan olahraga
(DisDikPora). Oleh karena itu, pendirian Hotel Traning Center “Edotel Kenari” dikategorikan sebagai double job yakni bentuk badan usaha yang
harus tunduk pada pasal 3 dengan kewajiban menjalankan usaha perhotelan
dan sebagai instansi pendidikan.
Sedangkan tanggungjawab dari operasional hotel dalam bentuk usaha perhotelan
sepenuhnya harus dilaporkan kepada pemerintah daerah kota Yogyakarta melalui
Dinas Kekayaan dan Aset Daerah dan
bidang pendidikan dilaporkan pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga.
Struktur pengelola Hotel Edotel Kenari dipimpin oleh
Kepala sekolah SMKN 6 Yogyakarta sebagai General Manajer dan Guru (Ketua
Jurusan Perhotelan) sebagai Manajernya. Karyawan yang menunjang operasional
hotel pun terdiri dari karyawan luar SMKN 6 Yogyakarta (dalam hal ini melalui
proses seleksi sebagaimana mesatinya) dan siswa-siswa SMKN 6 Yogyakarta yang
mengambil Jurusan Perhotelan.
Sebagai tambahan informasi, bahwa Prosedur perizinan
dan kendala menurut hotel cakra kusuma yang berada di Jalan Kaliurang KM. 5,5 yaitu
Prosedur perizinan yang dilakukan oleh hotel cakra kusuma untuk mendapatkan
perizinan hotel sangat mudah. Dengan memberikan akta notaris, blueprint denah, serta KTP owner. Perizinannya pun tidak dipersulit
hanya saja kurang transparan. Izin tersebut dikeluarkan 8 bulan sesudah
permohonan perizinan tersebut diajukan. Dari keterangan tersebut membuktikan
bahwa proses perizinan usaha hotel itu
memerlukan waktu yang tidak sebentar mengungat hal-hal administrasi sangat
banyak diperlukan dan dipersiapkan.
Kemudian mengenai prosedur perizinan itu sendiri
tidak ada kendala, akan tetapi terdapat kendala teknis yang ada pada saluran
pembuangan limbah dari operasional hotel yang belum memadai untuk dijadikan
penampungan khusus yang memerlukan waktu tidaklah sebentar. Karena
adanya hambatan pada saluran pembuangan limbah itu,baru setelah 1 tahun
kemudian diberikan saluran limbah untuk perhotelan yang ditentukan di daerah
Kaliurang. sesuai dengan keputusan Bupati Sleman
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Prosedur Pengajuan izin usaha Endotel Kenari telah menaati dan sesuai
dengan Peraturan daerah Yogyakarta nomor 2 tahun 2002 dan peraturan Walikota
Yogyakarta nomor 34 tahun 2008. Selain itu Endotel juga dibawah Menteri
Pendidikan, pemuda dan olah raga (Mendikpora). Dengan menaati tata tertib
sesuai perda dan Perwalkot, Endotel Kenari telah mengajukkan perizinan hotel
sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan ditaungkan dalam bentuk nota
kesepakatan (MoU) antara dinas pendidikan, pemuda dan olahraga dengan
pemerintah kota dan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
2.
Hambatan yang dialami dalam perizinan Endotel tidaklah banyak, karena di
bawah pengawasan Disdikpora dalam hal pendidikan kejuruan Perhotelan dan
Pemerintah Kota Yogyakarta dalam hal operasional hotel. Endotel dibantu dan
dibimbing perizinannya oleh petugas dari dinas Perizinan kota Yogyakarta. Tanpa
adanya hambatan yang berat, Endotel Kenari dapat difungsikan sebagai sarana
pendidikan khususnya bagi para siswa SMKN 6 Yogyakarta yang diharapkan
menciptakan outup SDM yang siap bersaing di dunia kerja.
B.
SARAN
1.
Untuk pemerintah
Mengupayakan perizinan peruntukan tanah dan
pendirian hotel benar-benar dijaga. Karena banyak sekali hotel-hotel yang tidak
sesuai dengan peruntukkan tanahnya, sehingga mengganggu pemandangan dan
mengganggu tata letak kota. Pemerintah lebih melihat dan membantu pengusaha
local terutama dalam bidang perhotelan dan izinnya lebih dipermudah.
Memberikan sosialisasi secara kesinambungan kepada
masyarakat yang ingin mngajukan izin usaha perhotelan;
Pemerintah daerah seyogyanya tidak hanya
mengedepankan profit yang berorientasi pada pendapatan daerah dari pajak
perhotelan yang besar, namun harus mengkaji kemanfaatan dan keefektifan dari
adanya bangunan hotel.
2.
Untuk masyarakat
Masyarakat seyogyanya mengetahui dan memahami
apabila ingin mendirikan suatu bangunan hotel di wilayah Yogyakarta serta
dampak yang ditimbulkan dari adanya bangunan hotel hal ini diperlukan sebagai
control social terhadap kebijakan pemerintah daerah kota Yogyakarta.
3.
Untuk pendidikan
Diaharapkan mahasiswa mampu mengkaji dan mengkritisi
mengenai kebijakan pemerintah daerah Yogyakarta yang tidak bersinergi dengan
semangat pembangunan dengan tujuan kesejahteraan masyarakat. Dan dapat memberi
masukan kepada pemerintah daerah kota Yogyakarta agar pembangunan hotel lebih
terarah dan tetap dalam pengawasan yang ketat baik secara yuridis maupun
sosiologis.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Atmosudirdjo, Prajudi, 1981, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia
Indonesia
Basah, Sjachran, 1995, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum
Administrasi, Makalah pada Penataran Hukum Unair, Surabaya: ____________
Effendi, Taufik, 1988, Penerapan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang
Layak (AAUPL) di Lingkungan Peradilan Administrasi, Citra Aditya Bhakti
Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia,
Yogyakarta: Liberty
Ridwan, 1993, Pengantar Hukum Perizinan, Surabaya: Yuridika
Ridwan, H. R., 2006, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Raja
Grafindo
Soehino, 1972, Asas-asas Hukum Tata Pemerintahan, Yogyakarta: Seksi Hukum
Ketatanegaraan pada Fakultas Hukum UGM
Surachman
Dimyati, Aan, 1989, Pengetahuan Dasar
Perhotelan, edisi Pertama, Cetakan Pertama, Jakarta: Devisi Gana
Sutedi, Adrian, 2010, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan
Publik, Jakarta: Sinar Grafika
Urbaningsih, Enny, 1998, Sanksi dan Ketertiban Perizinan, Mimbar
Hukum No 28
Utrecht, 1957, Pengantar
dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Ichtiar
Wibawa, Fahmi, 2007, Panduan Praktik Perizinan Usaha Terpadu,
Jakarta: Cikal Sakti
B. Peraturan Perundang-undangan
Peraturan
Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Hotel dan
Penginapan
Peraturan Waliota Yogyakarta No. 34
Tahun 2008 tentang Penetapan Persyaratan Perizinan dan waktu pelayanan
perizinan
[1] Pasal 1
huruf d dalam
Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha
Hotel dan Penginapan
[2] Aan Surachman Dimyati, 1989, Pengetahuan Dasar Perhotelan, edisi
Pertama, Cetakan Pertama, Devisi Gana, Jakarta,
hlm. 31.
[3] Sjachran Basah, 1995, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum
Administrasi, Makalah pada Penataran Hukum Unair, Surabaya, hlm. 1-2
[4] E. Utrecht, 1957, Pengantar
dalam Hukum Indonesia, Ichtiar, Jakarta, hlm. 187
[5] Adrian Sutedi, S.H., M.H., 2010,
Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan
Publik, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 167
[6] Enny Urbaningsih, 1998, Sanksi dan Ketertiban Perizinan, Mimbar
Hukum No 28, hlm. 210
[7] Soehino, 1972, Asas-asas Hukum Tata Pemerintahan, Seksi
Hukum Ketatanegaraan pada Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, hlm. 116
[8]
Adrian Sutedi, S.H., M.H., 2010,
Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan
Publik, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 169
[9] Adrian Sutedi, ibid, hlm. 170
[10]
Ridwan, H. R., 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja
Grafindo, Jakarta, hlm. 210-217
[11]
Ridwan, 1993, Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika,
Surabaya, hlm. 218
[12] Fahmi Wibawa, 2007, Panduan Praktik Perizinan Usaha Terpadu,
Cikal Sakti, Jakarta, hlm. 54
[13] Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia
Indonesia, Jakarta, hlm. 60
[14] S.F. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya
Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hlm. 54
[15] Taufik Effendi, 1988, Penerapan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang
Layak (AAUPL) di Lingkungan Peradilan Administrasi, Citra Aditya Bhakti, hlm. 9
[16] Ridwan, 1993, Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika,
Surabaya, hlm. 71
[17] Pengklasifikasian Usaha Hotel
Melati di golongkan ke dalam 3 (tiga) kelas dan dinyatakan dengan tanda bunga
melati. Golongan Kelas tertinggi dinyatakan dengan tanda 3 (tiga) Bunga Melati,
golongan kelas menengah dinyatakan
dengan tanda 2 (dua) Bunga Melati dan golongan kelas terendah dinyatakan
dengan tanda 1 (satu) Bunga Melati. Dan Penentuan penggolonggan Kelas Hotel
Melati menurut tanda Bunga Melati
dinyatakan dengan Piagam oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. Lihat pasal 9 dan 11 ayat (1) dan (2)
Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 2 Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Hotel
dan Penginapan.
[18] Lihat Penjelasan Pasal 16 ayat
(2) Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 2 Tahun 2002. Yang dicetak tebal
adalah fasilitas yang tidak tersedia di Edotel sehingga dikategorikan sebagai
Hotel Melati kelas 2 (menengah).
[19] Lampiran I pada Peraturan
Waliota Yogyakarta No. 34 Tahun 2008 tentang Penetapan Persyaratan Perizinan
dan waktu pelayanan perizinan
[20] Lihat Pasal 20 Peraturan Daerah
Yogyakarta No. 2 Tahun 2002.
[21] Lihat Pasal 3 ayat (1) dan (2)
Peraturan Daerah Yogyakarta No. 2 Tahun 2002 sebagaimana dirubah oleh Peraturan
Daerah No. 4 Tahun 2010 tentang Pariwisata Pasal 20 ayat (4).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar