Minggu, 21 April 2013

PERIZINAN : STUDI PERIZINAN EDOTEL






PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pariwisata bagi kota Yogyakarta seakan-akan telah menjadi hal yang utama. Dengan kehidupan adat yang masih sangat kental dan banyaknya obyek wisata di kota Yogyakarta sangat mampu untuk menarik minat orang dari luar kota untuk datang berkunjung ke kota tersebut. Setiap musim liburan ataupun hanya sebatas long-weekend saja, kota Yogyakarta dapat dipastikan dibanjiri oleh para wisatawan domestik. Bahkan gaung indahnya berwisata ke kota Yogyakarta tidak hanya sebatas di dalam negeri saja, melainkan juga sampai ke luar negeri. Hal ini dapat dilihat dengan tingkat kunjungan wisatawan mancanegara ke kota Yogyakarta yang sangat tinggi untuk setiap musim liburannya.
Dengan tingkat kunjungan wisata yang tinggi baik untuk wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara inilah, yang seolah-olah pariwisata di kota Yogyakarta telah menjadi industri ini, secara langsung akan menuntut pada hal penyediaan terhadap layanan tempat penginapan, salah satu contohnya ialah hotel. Hal inilah yang melatarbelakangi maraknya pembangunan hotel-hotel di wilayah kota Yogyakarta dan sekitarnya akhir-akhir ini dalam jangka waktu 5 tahun terakhir. Kini di kota Yogyakarta dari data yang ada telah berdiri lebih dari 30 hotel berbintang dan juga 180 hotel melati.  Secara ekonomis, munculnya hotel-hotel tersebut dapat menjadi indikator akan meningkatnya taraf perekonomian daerah. Namun, secara yuridis fenomena tersebut akan banyak menyisakan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan ketertiban yang bermuara pada perijinan setiap usaha perhotelan.
Secara yuridis, perihal perhotelan telah diatur secara rinci di dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Hotel dan Penginapan, dimana pengertian Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk usaha lain yang tidak termasuk persyaratan kualifikasi hotel sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku[1]. Secara teoritis, hotel dapat diartikan sebagai sejenis akomodasi yang menyediakan fasilitas dan pelayanan penginapan, makan dan minum, serta jasa-jasa lainnya untuk umum yang tinggal untuk sementara waktu, dan dikelola secara komersil[2].
Kini, demi meningkatkan taraf pendidikan siswanya, tidak sedikit Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang memiliki “labortatorium mini” sebagai tempat untuk mengimplementasikan ilmu yang diperoleh di kelas dengan melakukan praktek pekerjaan langsung di lapangan dan dalam pembahasan makalah ini, Sekolah Menengah Kejuruan 6 Yogyakarta merupakan salah satu dari sekian banyak sekolah yang memiliki fasilitas tersebut. Setidaknya, terdapat 4 (empat) jurusan yang dimiliki oleh SMK 6 Yogyakarta yang diantaranya adalah jurusan Pariwisata, Tata Kecantikan, Tata Busana, dan Tata Boga. Jurusan pariwisata memiliki fasilitas berupa hotel yang disebut sebagai EDOTEL. Hotel Edotel Kenari yang berlokasi di Jalan Kenari Nomor 4 Kota Yogyakarta dan dilengkapi dengan fasilitas berupa 20 kamar dengan 4 junior suite room dan 16 moderate room. Dalam setiap kamar dilengkapi fasilitas seperti air conditioner, minibar, TV, hingga kamar mandi dengan bathtub atau shower head. Fasilitas tambahannya adalah ruang rapat. Meeting room di Hotel Edotel Kenari berjumlah 3 ruangan kapasitas 100 orang dengan fasilitas rapat yang lengkap mulai dari podium, sound system hingga LCD projector.
Meskipun kehadirannya tergolong baru, namun munculnya Edotel ke di tengah kancah bisnis perhotelan kian menambah warna dalam kompetisi usaha di Yogyakarta. Akan tetapi, hadirnya Edotel milik SMK 6 Yogyakarta rupanya menyisakan beberapa permasalahan karena Tanah dimana notabene Hotel Edotel berdiri adalah tanah milik Pemerintah Provinsi dan Pihak Edotel menguasaianya dengan tanpa melengkapi dengan dokumen yuridis berupa ijin yang membuktikan adanya alas hak kepemilikan yang sah. Atas hal tersebut, pada tahun 2010 telah dilakukan pembicaraan antara pihak EDOTEL dan pemerintah Daerah, dimana kedua belah pihak mencapai kesepakatan bahwa pemerintah daerah memberikan keringanan atau toleransi pengurusan perizinan dan Pihak Edotel diwajibkan mengelola hotel dengan menerapkan asas dwi fungsi pemanfaatan yakni: pemanfaatan hotel sebagai wahana edukasi bagi siswa SMK 6 Yogyakarta dan pemanfaatan berdasarkan orientasi profit (profit oriented) dengan persyaratan pula, bahwa pengelolaan hotel tidak diperkenankan melibatkan adanya pihak ketiga. 
Meski hal tersebut telah dicarikan solusinya, namun dalam praktek pengelolaannya rupanya masih menyisakan pelbagai permasalahan. Oleh sebab itu berdasarkan uraian latar belakang diatas, dalam makalah ini akan dianalisis secara lengkap permasalahan dengan menarik korelasi antara fakta di lapangan dengan ketentuan hukum positif yang berkaitan dengan pokok permasalahan, yaitu Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 117 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanaman Modal, Keputusan Menteri Investasi / Kepala BKPM Nomor 38/SK/1999 Tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang didirikan dalam rangka PMDN / PMA dan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta nomor 2 tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Penginapan dan Hotel.


B.     PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
a.       Bagaimanakah Proses pengajuan izin usaha Hotel Edotel Kenari SMK Negeri 6 Yogyakarta ?
b.      Bagaimana Implementasi Izin usaha Hotel Edotel Kenari SMKN 6 Yogyakarta dan Desain Pengelolaannya?


C.    TUJUAN
Adapun tujuan yang dituju dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.       Untuk mengetahui prosedur pengurusan perizinan usaha perhotelan di Yogyakarta berdasarkan ketentuan hukum positif yang berlaku.
b.      Untuk mengetahui hambatan yang ditemui dalam proses pengurusan perizinan Hotel Edotel Kenari.






















BAB II
LANDASAN TEORI PERIZINAN


A.    Pengertian Perizinan
      Banyak para ahli Hukum Administrasi Negara memberikan definisi izin. Menurut Sjachran Basah sulit untuk mendefinisikan pengertian izin.[3] Pendapatnya hampir sama dengan di negeri Belanda, seperti yang dikemukakan van der Pot, Het is uiterst moe lijk voor begrip vergunning een definite te vinden (sangat sukar membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin itu).[4] Hal ini disebabkan oleh setiap pakar punya pendapat yang berbeda satu dan lainnya dan tidak ada kesepakatan untuk meetapkan satu definisi izin. Sukar menemukan definisi bukan berarti tidak terdapat definisi, bahkan ditemukan sejumlah definisi beragam definisi.
      Utrecht memberikan pengertian vergunning sebagai berikut:
Bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi masih saja memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka perbuatan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning).[5]

      Steenbeek memberikan rumusan yang lebih jelas. Izin adalah suatu ketetapan untuk memeperbolehkan suatu tindakan sebagai suatu penyimpangan dari keadaan yang melarang tindakan tersebut.[6]
      Menurut ahli lain yaitu W. F. Prins, menjelaskan bahwa izin biasanya dikeluarkan sehubungan dengan suatu perbuatan yang berbahaya, namun hal yang menjadi objek perbuatan tersebut tidak merugikan, tetapi pada hakekatnya dilarang. Perbuatan dapat dilakukan asalkan berada di bawah perlengkapan administrasi negara.[7]
      Dari pemaparan para ahli tersebut ada kemiripan tentang definisi izin (vergunning) yakni suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain izin dapat diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan. Dengan memberi izin, pengusaha memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang demi memperhatikan kepentingan umum yang mengharuskan adanya pengawasan.

B.     Elemen Pokok Perizinan
Berdasarkan pendapat para pakar tentang definisi izin dapat disimpulkan bahwa izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkrit menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Dari pengertian tersebut ada beberapa unsur dalam perizinan, yaitu:

1.      Wewenang
Salah satu prinsip dalam negara hukum adalah etmatigheid van bestuur atau pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.[8] Hal ini berarti setiap tindakan hukum pemerintah, baik dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan harus berdasarkan wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.      Izin sebagai bentuk ketetapan
Dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan, pemerintah diberi wewenang dalam bidang pengaturan, yang dari fungsi pengaturan muncul beberapa instrument yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret, yaitu dalam  bentuk ketetapan. Sehingga ketetapan merupakan norma penutup dalam rangkaian norma hukum.[9] Salah satu wujud dari ketetapan ini adalah izin.

3.      Lembaga Pemerintah
Lembaga pemerintah adalah lembaga yang menjalankan urusan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Menurut Sjachran Basah mulai dari administrasi negara tertinggi (presiden) sampai dengan administrasi negara terendah (lurah) berwenang memberikan izin.[10]
Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas. Apabila bangunan yang didirikan telah mempunyai izin akan lebih mudah mendapat fasilitas.

C.    Fungsi Pemberian Izin
Ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi yaitu sebagai fungsi penertib dan sebagai fungsi pengatur. Sebagai fungsi penertib, dimaksudkan agar izin atau tempat-tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain. Sedangkan sebagai fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat langsung dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya.
      Menurut M Philipus Hadjon dalam hal Izin Mendirikan Bangunan, fungsi dari izin mendirikan bangunan dapat dilihat dari:
1.      Segi Teknis Perkotaan
Pemberian izin mendirikan bangunan diperlukan pemerintah daerah guna mengatur, menetapkan dan merencanakan pembangunan perumahan di wilayahnya sesuai dengan potensial dan prioritas kota yang dituangkan dalam Master Plan Kota. Untuk mendapatkan pola pembangunan kota yang terencana dan terkontrol tersebut, pelaksanaan pembangunan di atas wilayah suatu kota diwajibkan memiliki izin mendirikan bangunan dan penggunaannya sesuai dengan yang disetujui oleh Dinas Perizinan dan Pengawasan Pembangunan Kota (DP3K).
Dengan adanya pengaturan pembangunan dengan izin, pemerintah dapat melaksanakan pembangunan sebagai sarana serta unsur kota dengan berbagai instansi tertata rapi.
2.      Segi Kepastian Hukum
Bahwa izin mendirikan bangunan tersebut bagi si pemiliknya dapat berfungsi antara lain:
a.       Bukti milik bangunan yang sah.
b.      Kekuatan hukum terhadap tuntutan ganti rugi dalam hal:
                                    1.      Terjadinya hak milik untuk keperluan pembangunan yang bersifat untuk kepentingan hukum.
                                    2.      Bentuk-bentuk kerugian yang diderita pemilik bangunan lainnya yang berasal dari kebijaksanaan dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah.
                                    3.      Segi Pendapatan Daerah, dalam hal ini pendapatan daerah maka izin pendirian bangunan merupakan salah satu sector pemasukan yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Melalui pemberian izin ini dapat dipungut retribusi izin mendirikan bangunan. Retribusi atas izin mendirikan bangunan itu ditetapkan berdasarkan presentase dari taksiran biaya bangunan yang dibedakan menurut fungsi bangunan tersebut. Retribusi izin mendirikan bangunan dibebankan kepada setiap orang atau badan hukum yang namanya tercantum dalam surat izin yang dikeluarkan itu.

D.    Tujuan Pemberian Izin
Secara umum tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk pengendalian daripada aktivitas pemerintah dalam hal-hal tertentu yang ketentuan-ketentuannnya berisi pedoman-pedoman yang harus dilaksanakan oleh baik yang berkepentingan ataupun oleh pejabat yang berwenang.
Menurut Sjachran Basah tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu:[11]
1.      Dari Sisi Pemerintah
Dari sisi pemerintah, tujuan pemberian izin adalah sebagai berikut:
a.       Untuk melaksanakan peraturan
Apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan dalam praktiknya atau tidak dan sekaligus untuk mengatur ketertiban.
b.      Sebagai sumber pendapatan daerah
Dengan adanya permintaan permohonan izin, maka secara langsung pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan pemohon harus membayar retribusi terlebih dahulu. Semakin banyak pula pendapatan di bidang retribusi tujuan akhirnya, yaitu untuk membiayai pembangunan.
2.      Dari Sisi Masyarakat
Dari sisi masyarakat tujuan pemberian izin adalah:
a.       Untuk adanya kepastian hukum.
b.      Untuk adanya kepastian hak.
c.       Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas. Apabila bangunan yang didirikan telah mempunyai izin akan lebih mudah mendapat fasilitas.
 
Dalam hal Izin Mendirikan Bangunan, tujuan izin mendirikan bangunan adalah untuk melindungi kepentingan baik kepentingan pemerintah maupun kepentingan masyarakat yang ditujuakan atas kepentingan hak atas tanah.
Dengan meningkatkan tindakan-tindakan suatu sistem perizinan, pembuat undang-undang dapat mengejar berbagai tujuan dari izin, yaitu sebagi berikut:[12]
1)      Keinginan mengarahkan/mengendalikan aktivitas-aktivitas tertentu, misalnya izin mendirikan bangunan, izin HO dan sebagainya.
2)      Mencegah bahaya lingkungan, misalnya izin penebangan, izin usaha industri dan sebagainya.
3)      Melindungi objek-objek tertentu, misalnya izin membongkar monument-monumen, izin mencari/menemukan barang-barang peninggalan terpendam dan sebagainya.
4)      Membagi benda-benda, lahan atau wilayah yang terbatas, misalnya izin menghuni di daerah padat penduduk (SIP) dan sebagainya.
5)      Mengarahkan/pengarahan dengan menggunakan seleksi terhadap orang dan aktivitas-aktivitas tertentu, misalnya izin bertransmigrasi dan sebagainya.

E.     Aspek Yuridis Perizinan
Campur tangan negara terlihat dalam perbuatan alat-alat perlengkapan administrasi yang berupa pembentukan aturan-aturan inkonkrita terhadap keadaan-keadaan yang konkrit berdasar wewenang khusus yang dimilikinya. Salah satu perbuatan alat kelengkapan administrasi tersebut adalah ketetapan (beschikking). Ketetapan adalah perbuatan hukum dari pemerintah khususnya hukum publik. Ketetapan yang paling banyak dikeluarkan adalah izin (vergunning).
Pada umumnya sistem izin terdiri atas larangan, persetujuan, yang merupakan pokok dari izin itu sendiri serta ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan izin. Larangan merupakan norma tingkah laku yang pada umumnya tidak diperbolehkan. Pelanggaran atas hal tersebut dihadapkan dengan sanksi-sanksi hukum administrasi atau sanksi pidana, seperti contoh yaitu membangun bangunan tanpa disertai izin adalah dilarang. Dengan adanya larangan tersebut, maka pemerintah sendiri dapat mengesampingkan hal tersebut dengan memberi izin. Pemberian izin dibuat berdasarkan perundang-undangan yang mengatur tentang perizinan. Izin merupakan ketetapan pengganti larangan menjadi persetujuan, dibuat sepihak oleh aparatur tata usaha negara. Setelah dikeluarkannya izin maka terciptalah hukum.[13] Timbulnya hubungan hukum melalui hak dan kewajiban antara pemegang izin dengan instansi pemerintah yang memberi izin. Ketentuan-ketentuan adalah syarat-syarat yang menjadi dasar untuk dapat diterbitkannya izin yang mana ketentuan tersebut harus dipenuhi oleh pemohon izin.[14]





F.     Penegakan Hukum Peraturan Perizinan
Penegakan hukum perizinan dilakukan secara represif oleh instansi yang berwenang. Tindakan represif dilakukan karena di lapangan terdapat hal-hal seperti:[15]
a.       Penyimpangan perizinan (tidak memiliki izin atau menyalahi syarat/ketentuan yang tercantum dalam peraturan maupun surat izin);
b.      Pandangan kebijaksanaan yang berubah;
c.       Keadaan nyata yang berubah.
Penegakan hukum tersebut harus dilakukan untuk mengembalikan kepada keadaan yang normal sesuai peraturan yang berlaku. Hal yang mutlak dilakukan dalam penegakan hukum adalah penarikan izin.
Penarikan izin dilakukan dengan sanksi situatif, tujuannya adalah mengakhiri situasi-situasi yang dilihat secara obyektif tidak lagi membenarkan tetap berlakunya izin, agar kepentingan-kepentingan lingkungan dapat terlindungi.[16]
Penarikan kembali izin yang akan dilakukan harus terlebih dahulu diuji oleh hakim administrasi. Penarikan kembali izin harus disertai alasan-alasan yang lebih kuat atau cukup berat dibanding hal alasan penolakan izin.
Sanksi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan sebuah peraturan. Sanksi berguna untuk memaksakan pelaksanaan kewajiban terhadap subjek hukum. Menurut Hadjon, sanksi yang dianut oleh Hukum Administrasi Negara pada umumnya adalah:


1.      Paksaan pemerintahan (Bestuursdwang)
Kewenangan untuk menyingkirkan, mencegah, melakukan atau mengembalikan dalam keadaan semula apa yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Antara lain berupa penarikan kembali keputusan atau ketetapan, termasuk ketetapan menguntungkan, seperti penghapusan subsidi.
2.      Denda administratif
Sanksi yang berupa kewajiban membayar sejumlah uang dikarenakan melanggar ketentuan yang ada sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut.
3.      Uang paksa (dwangsom)
Sanksi ini dapat untuk mengganti sanksi bestuurdwang apabila secara praktis bestuurdwang sulit dijalankan.
Pelanggaran izin biasanya diklasifikasikan dalam 2 (dua) bentuk:
1.      Pemegang izin melanggar kewajiban yang telah ditetapkan.
2.      Pemegang izin memberikan data atau informasi yang salah sewaktu mengajukan permohonan izin.
      Izin akan diberikan kembali apabila pelanggar telah melaksanakan sanksi yang telah dijatuhkan dan memperbaiki hal-hal yang telah dianggap sebagai hal yang menyimpang dari ketentuan.

G.   Perhotelan
Kewenangan di bidang kepariwisataan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 mutlak menjadi wewenang Kabupaten/Kota kecuali kewenangan Pemerintah dalam memberikan pedoman-pedoman dan penetapan standar dalam bidang kepariwisataan dan promosi budaya/pariwisata yang menjadi wewenang Propinsi.
Kewenangan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam bidang pariwisata sesuai Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2000 antara lain adalah pemberian dan pembatalan izin di bidang pariwisata termasuk usaha perizinan usaha hotel dan penginapan, sehingga menjadi kewajiban Pemerintah Daerah untuk membuat peraturan daerah tentang izin usaha perizinan usaha hotel dan penginapan.
Mengingat fungsi utama perizinan dimaksud untuk mengadakan pembinaan pengaturan, pengendalian dan pengawasan serta pelayanan kepada masyarakat, maka Peraturan Daerah ini disamping mengatur tentang syarat-syarat untuk mendapatkan izin, diatur juga kewajiban-kewajiban bagi pemegang izin dalam menjalankan usahanya. Kewajiban-kewajiban tersebut dimaksudkan disamping memberikan perlindungan kepada peserta usaha hotel dan penginapan, juga dimaksudkan untuk ketertiban administrasi penyelenggaraan kegiatan usaha.
Sejalan dengan semangat Otonomi Daerah yang memberikan kewenangan kepada Daerah Kota/Kabupaten di bidang kepariwisataan khususnya perizinan kegiatan usaha hotel dan penginapan, maka untuk memberikan landasan hukum bagi kepastian Usaha Hotel dan Penginapan diperlukan peraturan perundang-undangan. Adapun perturan yang mengatur perizinan hotel di Yogyakarta diatur dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 2 Tahun 2002 yang mengatur tentang Perizinan Usaha Hotel dan Penginapan.
Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk usaha lain yang tidak termasuk persyaratan kualifikasi hotel sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Usaha Hotel dan Penginapan Remaja dapat berbentuk Badan Usaha maupun perseorangan, sedangkan usaha pondok wisata merupakan usaha perseorangan yang maksud dan tujuannya semata-mata berusaha di dalam bidang usaha tersebut. Badan Usaha Hotel dan Penginapan Remaja dapat berbentuk badan usaha Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), Firmas (Fa), Koperasi atau Yayasan. Setiap pengusahaan hotel, penginapan remaja dan pondok wisata harus memiliki Izin Usaha yang diberikan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.  Izin yang diberikan untuk hotel bintang meliputi semua jenis kegiatan sebagai penunjang usaha hotel bintang.
Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Perda Nomor 2 Tahun 2002 ini berlaku selama perusahaan yang bersangkutan masih menjalankan usahanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan wajib didaftar ulang setiap 5 (lima) tahun sekali kepada walikota atau Pejabat yang ditunjuk. Izin Usaha sebagaimana dimaksud dapat dipindahtangankan atas izin tertulis Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyediaan jasa lainnya di lingkungan hotel, penginapan remaja dan pondok wisata yang tidak menjadi bagian dari Izin Usaha, wajib diselenggarakan atas dasar Izin Usaha sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

H.  Tata Cara dan Syarat-Syarat Permohonan Izin Usaha Hotel
Pemohon Izin Usaha mengajukan Surat Permohonan kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dengan mengisi formulir yang telah disediakan. Persetujuan atau penolakan Permohonan Izin Usaha dikeluarkan paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan. Apabila waktu 3 (tiga) bulan tersebut terlampaui, maka permohonan dikabulkan.

Syarat-syarat permohonan Izin Usaha Hotel:
a.       bukti diri yang sah;
b.      melampirkan Izin Mendirikan Bangun-bangunan (IMBB);
c.       melampirkan Izin Gangguan;
d.      melampirkan rencana tapak dan studi kelayakan;
e.       melampirkan Akte Pendirian Perusahaan, kecuali untuk usaha perorangan;
f.       Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD);
g.      Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD);

I.  Pencabutan Izin
Izin Usaha dapat dicabut, karena salah satu hal sebagai berikut:
a.       tidak memenuhi kewajiban-kewajiban dalam pengusahaan hotel.
b.      terbukti melakukan tindak pidana kejahatan yang berkaitan dengan kegiatan usahanya;
c.       terbukti melakukan tindak pidana pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang lain yang berkaitan dengan kegiatan usahanya;
d.      tidak menjalankan usahanya selama 2 (dua) tahun berturut-turut.

Pencabutan Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a, c dan d Peraturan Daerah ini dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diberikan peringatan sebanyak 3 (tiga) kali.
Pemberian peringatan atau pencabutan izin dilaksanakan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.

J.   Pembatalan Izin
Izin Usaha dinyatakan tidak berlaku karena salah satu hal sebagai berikut:
a.       pengusaha tidak meneruskan usahanya atau usahanya bubar;
b.      pemegang izin meninggal dunia;
c.       dipindahkan oleh pemegang izin Usaha tanpa izin tertulis dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk;
d.      tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan ulang izin usaha;
e.       tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) Peraturan Daerah ini;
f.       hak penguasaan tanah/tempat usaha hilang/dihapus;
g.      alas hak terhadap tempat usaha atau jenis usaha hapus.

K.   Ketentuan Pidana
Berdasarkan Pasal 33 Perda Kota Yogyakarta No. 2 Tahun 2002 pelanggaran terhadap ketentuan perizinan diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). Tindak pidana ini termasuk pelanggaran.






BAB III
PEMBAHASAN

A.    Prosedur Pengajuan Izin Usaha Hotel di Wilayah Kota Yogyakarta
Pertumbuhan Hotel di Yogyakarta memiliki peran yang signifikan dalam meningkatkan jumlah Pendapatan Asli Daerah Kota Yogyakarta. Dari tahun ke tahun, realisasi pajak hotel semakin meningkat di Kota Yogyakarta. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya jumlah hotel dan meningkatnya kesadaran pelaku usaha perhotelan dalam membayar pajak.
Peningkatan jumlah pajak hotel ini dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :
Realisasi Penerimaan Pajak Daerah (Ribu Rupiah).
Sumber
2005
2006
2007
2008
2009
Hotel
17.994.725
14.575.296
20.529.610
26.544.641
30.788.901
Restoran
8.532.492
8.635.810
9.638.779
10.615.751
12.002.777
Hiburan
1.700.213
1.352.354
1.740.987
2.037.439
3.727.950
Reklame
2.437.630
2.224.859
3.619.969
4.962.578
5.030.452
Penerangan Jalan
15.159.696
16.882.280
18.885.554
17.864.484
19.736.631
Parkir
281.963
326.548
368.071
426.015
565.825
Jumlah
46.106.723
43.997.150
54.782.973
62.450.910
71.852.539
Sumber: DPDPK Kota Yogyakarta, 2010.

Dan dapat dilihat pula realisasinya pada Tabel di bawah ini bahwa kontribusi pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Yogyakarta pada tahun 2005- 2009 bervariasi antara 15,12 persen sampai dengan 20,17 persen atau dengan rata-rata setiap tahunnya 18,48 persen. Ini berarti hampir 20 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Yogyakarta berasal dari pajak hotel.
Kontribusi Pajak Hotel terhadap PAD.
Tahun

Realisasi Pajak Hotel
(Ribu Rupiah)

PAD
(Ribu Rupiah)

Kontribusi
(%)
2005
17.994.725
89.196.416
20,17
2006
14.575.296
96.419.456
15,12
2007 
20.529.610
114.098.350
17,99
2008
26.544.641
132.431.571
20,04
2009
30.788.901
161.473.838
19,07
Sumber: DPDPK Kota Yogyakarta, 2010 (diolah).
Naik turunnya kontribusi pajak hotel dikarenakan banyak tidaknya kunjungan ataupun lama menginap di hotel dan dari perkembangan PAD. Selain itu, kecakapan kinerja dari lembaga pemungut pajak dan juga kesadaran serta kepatuhan dari pelaku usaha perhotelan dalam membayar pajak juga mempengaruhi kontribusi pajak hotel terhadap pembentukan PAD. Khusus untuk tahun 2006, penurunan jumlah penerimaan pajak hotel juga dipengaruhi oleh adanya bencana alam yaitu meletusnya gunung merapi dan gempa bumi yang melumpuhkan sektor pariwisata termasuk sektor perhotelan.
Hotel di Yogyakarta merupakan industri yang sangat potensial untuk dikembangkan. Sehingga untuk itu pemerintah Kota Yogyakarta dalam RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) maupun dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) telah menetapkan visi pembangunan Kota Yogyakarta yaitu ”Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan Berkualitas, Pariwisata Berbasis Budaya dan Pusat Pelayanan Jasa, Yang Berwawasan Lingkungan”
Kemudian visi tersebut dituangkan kedalam misi pembangunan Kota Yogyakarta yaitu ”Mempertahankan Predikat Kota Yogyakarta Sebagai Kota Pariwisata, Kota Budaya, dan Kota Perjuangan”. Dimana salah satu programnya adalah pengembangan dan peningkatan kualitas dan kuantitas fasilitas sarana dan prasarana yang menunjang keindahan dan kenyamanan Kota Yogyakarta serta peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan industri pariwisata.
Untuk mendukung visi dan misi tersebut yaitu menjadkan dan mempertahankan Kota Yogyakarta sebagai Kota Pariwisata maka hotel juga memegang peranan yang penting. Pengaturan tentang hotel di Yogyakarta terdapat dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam ketentuan Penutup Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah ini menghapuskan Peraturan Daerah sebelumnya tentang pariwisata sebelumnya seperti Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Hotel Dan Penginapan; Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Restoran, Rumah Makan, Tempat Makan, Dan Jasa Boga; Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Rekreasi Dan Hiburan Umum; Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Jasa Impresariat; dan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Perjalanan Wisata. Dalam ketentuan peralihan peraturan daerah ini disebutkan pula bahwa tentang izin usaha hotel dan sebagainya yang tercantum dalam pasal 56 yang diperoleh sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini harus disesuaikan dengan ketentuan yang terdapat dalam  Peraturan Daerah ini paling lambat enam bulan sejak Peraturan Daerah ini berlaku.
Prosedur pengajuan izin usaha hotel diantaranya perlu ada suatu usulan tertulis 


B.     Implementasi Izin Usaha Hotel Edotel Kenari SMK Negeri 6 Yogyakarta
            Edotel adalah sebuah Education Hotel yang berada di lingkungan perkantoran Yogyakarta. Dengan menginap di Hotel Edotel Kenari, akses kepusat kota ataupun pusat belanja di Malioboro dan di Jalan Solo mudah di jangkau. Edotel ini berada di bawah naungan SMK Negeri 6 Yogyakarta. Awal berdirinya hotel ini adalah untuk meningkatkan pengembangan SMKN 6 Yogyakarta.
            Awalnya tanah dari hotel ini merupakan lapangan tenis yang  dimana itu merupakan milik dari  Pemerintah Pemerintah Provinsi DIY. Bapak Rujito merupakan kepala sekolah SMK Negeri 6 Yogyakarta ketika awal berdirinya Edotel ini, menanyakan apakah tanah disebelah SMK Negeri 6 Yogyakarta tersebut bisa digunakan untuk pengembangan SMK Negeri 6 itu sendiri kepada bapak Daryanto ( Kasi Perlengkapan di Kanwil Dikti). Pemberian itu terjadi hanya secara lisan dan belum sampai ke Gubernur DIY karena dianggap tanah itu hibah dari pemerintah provinsi. Padahal dalam pelaksanaan hibah tentunya memerlukan waktu yang panjang dan harus persetujuan dari Gubernur DIY.
            Bapak Rujito yang telah merasa memiliki hak atas tanah tersebut (yang diberikan secara lisan oleh bapak Daryanto) lalu memagari tanah tersebut. Dengan demikian timbulah persepsi dalam warga sekitar SMK Negeri 6 Yogyakarta bahwa tanah yang dipagari tersebut adalah milik SMK Negeri 6 Yogyakarta. Dalam perjalanan waktu, SMK Negeri 6 tersebut mendapat surat untuk mendirikan hotel untuk menunjang pembelajaran dan media praktek bagi para siswa. Nah ketika itu muncullah pertentangan antara Pemerintah Provinsi dengan SMK Negeri 6 Yogyakarta dan Pemerintah Kota Yogyakarta. Pemerintah Provinsi yang merasa bahwa tanah tersebut adalah milik pemerintah provinsi, marah karena diatas tanah mereka dibangun sebuah hotel yang tanpa dibuktikan dengan izin usaha hotel. Karena merasa tanah tersebut adalah milik pemerintah provinsi DIY, maka pemerintah provinsi mengultimatum/ memberikan somasi kepada pihak SMK Negeri 6 Yogyakarta untuk tidak melanjutkan Edotel tersebut. Pemerintah Kota Yogyakarta karena sebagai induk dari SMK Negeri 6 Yogyakarta lalu mengganti Kepala Sekolah SMK Negeri 6 Yogyakarta yang sebelumnya bapak Rujito, menjadi bapak Drs. Sugeng Sumitoyo, M.M. (narasumber). Beliau lalu ditugaskan oleh walikota Yogyakarta untuk menyelesaikan masalah ini. Beliau dilantik 7 Desember 2007. Saat beliau dilantik sebagai Kepala Sekolah SMK Negeri 6 Yogyakarta, beliau juga mengemban jabatan sebagai Kepala Sekolah SMK Negeri 5 Yogyakarta. Bapak Sugeng Sumitoyo selaku kepala sekolah SMK Negeri 6 Yogyakarta yang baru lalu datang ke Kantor Aset Daerah Provinsi D.I.Yogyakarta untuk menanyakan tentang status tanah Edotel tersebut. Pemerintah provinsi menjelaskan bahwa tanah Edotel tersebut tidak pernah dihibahkan oleh Pemerintah Provinsi ke Pemerintah Kota maupun SMK Negeri 6 Yogyakarta. Karena Edotel tesebut sudah berdiri, maka beliau lalu mendatangi bapak Walikota Yogyakarta, yang ketika itu adalah Herry Zudianto.
            Bapak Herry Zudianto lalu menyurati Pemerintah Provinsi dan surat tersebut diterima. Dari hasil kesepakatan antara Pemerintah Provinsi yang diwakili oleh Sekretaris daerah D.I.Y, Pemerintah Kota Yogyakarta yang diwakili oleh Walikota Yogyakarta, dan SMK Negeri 6 Yogyakarta, membuat kesepakatan bahwa tanah yang diatasnya telah ada bangunan Hotel Edotel tersebut dipinjam-sewakan dengan MoU. Dalam MoU tersebut, salah satu pasalnya menyebutkan bahwa, pengelolan hotel tersebut tidak boleh dipihak ketigakan. MoU itu hanya berlaku selama 2 tahun dari tahun 2008-2010.
            Setelah ada MoU, lalu pihak SMK Negeri 6 Yogyakarta diberikan copy sertifikat tanah Edotel tersebut oleh Pemerintah Provinsi. Setelah adanya copy sertifikat tanah tersebut, pihak SMK Negeri 6 Yogyakarta lalu mengurusi izin operasional hotel, Surat Izin Usaha Pariwisata (SIUP),  surat HO, dan sebagainya. Pada tanggal 20 Oktober 2008, Edotel tersebut dilaunching.
            Fungsi hotel ini adalah untuk tempat training siswa SMK Negeri 6 Yogyakarta, terutama untuk jurusan akomodasi perhotelan, karena dalam konsep pendidikan dikejuruan, praktek itu tidak boleh simulasi. dengan demikian maka Edotel selain memang sebagai tempat untuk para siswa melakukan praktek, Edotel juga menerima tamu dari luar sebagaimana hotel pada umumnya.
            Sebelumnya juga sudah dijelaskan bahwa Edotel ini tidak boleh dikelola oleh pihak ketiga. Dengan demikian karena Edotel ini berada dibawah naungan SMK Negeri 6 Yogyakarta, maka yang menjadi General Manager nya pun adalah KepalaSekolah SMK Negeri 6 Yogyakarta dan beberapa staff nya adalah guru-guru dari SMK Negeri 6 Yogyakarta.
            Setelah MoU antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota Yogyakarta selesai (karena berlaku 2 tahun), munculah permasalah kembali. MoU yang sudah habis masa belakunya tersebut harus diperpanjang kembali. Ketika itu Pemerintah Provinsi mengundang Pemerintah Kota Yogyakarta dan KepalaSekolah SMK Negeri 6 Yogyakarta untuk rapat di Kantor Aset Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam rapat tersebut, Pemerintah Provinsi bersikeras untuk meminta SMK Negeri 6 Yogyakara membayar uang sewa kepada Pemerintah Provinsi. Alasannya, Edotel tersebut sudah menghasilkan uang dari semenjak awal operasionalnya. Pemerintah Provinsi mengganggap bahwa ini merupakan asset bagi kas Pemerintah Provinsi. Dalam MoU yang sebelumnya pihak SMK Negeri 6 Yogyakarta diberikan gratis, karena untuk pendidikan dan hanya membayar PBB saja sebesar Rp 14.000.000. Namun dalam MoU yang baru ini, yang dimana MoU ini ditandatangani oleh Pemerintah Provinsi D.I.Yogyakarta (diwakili oleh Sekda) dengan SMK Negeri 6 Yogyakarta (diwakili oleh bapak Drs. Sugeng Sumitoyo, M.M. selaku kepala sekolah), pihak SMK Negeri 6 Yogyakarta diharuskan untuk membayar sewa tanah Edotel tersebut sebesar Rp 9.500.000 per tahun dan membayar PBB sebesar Rp 14.000.000. Selain itu, Edotel juga dikenakan pajak daerah yang harus disetorkan ke Pemerintah Kota Yogyakarta, sebesar Rp 150.000.000 per tahun. Dengan demikian, dulu kontribusi Edotel untukperkembangan pendidikan di SMK Negeri 6 Yogyakarta yang cukup besar, sekarang sudah tidak maksimal lagi seperti dulu.
Hotel Traning Center “Edotel Kenari” merupakan salah satu hotel di Yogyakarta yang dibangun sejak 9 Desember 2005 diatas tanah seluas 1590 meter persegi dengan luas bangunan 960 meter persegi dan diresmikan pada tanggal 20 september 2008. Hotel ini terdiri dari 3 lantai ini yang mempunyai 20 kamar dengan berbagai fasilitas antara lain meeting room, restoran, ticketing centre, public toilet, café dan salon serta dilengkapi dengan ATM. Pembangunan hotel ini menggunakan dana APBN 750 juta, APBD Kota 750 juta, dan sharing komite sekolah sebesar 750 juta. Hotel ini mengacu pada Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2002 yang memiliki predikat kelas hotel Melati 2[17] dengan fasilitas kamar layaknya hotel berbintang. Ukuran yang dapat dikategorikan sebagai hotel berbintang apabila memenuhi dan memiliki fasilitas penunjang usaha hotel antara lain: a. penggunaan lift;  b. pengunaan boiler; c. penyehatan makanan; d. penggunaan bangunan; e. penyimpanan jam kerja; f. penyimpanan minuman keras;  g. penjualan minuman keras; h. siaran video di dalam bangunan usaha sendiri; i.penggunaan antena parabola; j.penggunaan kolam renang; k.penyelenggaraan diskotik; l. penyelenggaraan bar/tempat minum; m. pengelenggaraan retoran; n. penggunaan mandi uap; o. penyelenggaraan laundry dan dry cleaning; p. penyelenggaraan sarana olah raga dan rekreasi; q. penggunaan racun api; r. promosi kegiatan usaha sendiri; s. kegiatan keramaian; t. pertunjukan terbatas; u. penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang; v. penyelenggaraan parkir di halaman sendiri.[18]
Prosedur pengajuan izin usaha perhotelan “Kenari Hotel” tidaklah menemukan kesulitan, karena dinas perizinan memberikan bimbingan dalam melengkapi segala kelengkapan sebagai syarat administrasi pendirinan usaha hotel. aturan yang digunakan dinas perizinan dalam melayani pemberian izin usaha hotel adalah Peraturan Walikota Yogyakarta No. 34 Tahun 2008 tentang Penetapan Persyaratan Perizinan dan Waktu Pelayanan Perizinan. Izin usaha hotel harus memenuhi persyaratan administrasi untuk yang baru berupa : a. Foto copy KTP yang berlaku; b. Foto copy zin Gangguan; c. Foto copy Akta pendirian perusahaan, kecuali bagi usaha perorangan; d. Foto copy NPWPD; e. Profil Perusahaan. Dan untuk yang lama berupa : a. Foto copy KTP yang masih berlaku; b. Foto copy Izin Gangguan; c. Foto copy SIUK; d. Profil Perusahaan; e. Surat pernyataan bahwa dokumen yang dulu tidak ada perubahan dan masih tetap berlaku dan atau surat/dokumen perubahan.[19] Dan diatur juga dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 2 tahun 2002, berupa : a. bukti diri yang sah;  b. melampirkan Izin Mendirikan Bangun-bangunan (IMBB);  c. melampirkan Izin Gangguan;  d. melampirkan rencana tapak dan studi kelayakan;  e. melampirkan Akte Pendirian Perusahaan, kecuali untuk usaha perorangan; f. Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD);[20]           
Izin Usaha Hotel dan Penginapan Remaja dapat berbentuk Badan Usaha maupun perseorangan yang dapat berbentuk badan usaha Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), Firmas (Fa), Koperasi atau Yayasan.[21] Sehingga menarik untuk dikaji dalam kasus SMK Negeri 6 Yogyakarta yang statusnya negeri dan dibawah dinas pendidikan, pemuda dan olahraga (DisDikPora). Oleh karena itu, pendirian Hotel Traning Center “Edotel Kenari” dikategorikan sebagai double job yakni bentuk badan usaha yang harus tunduk pada pasal 3 dengan kewajiban menjalankan usaha perhotelan dan  sebagai instansi pendidikan. Sedangkan tanggungjawab dari operasional hotel dalam bentuk usaha perhotelan sepenuhnya harus dilaporkan kepada pemerintah daerah kota Yogyakarta melalui Dinas Kekayaan dan Aset Daerah  dan bidang pendidikan dilaporkan pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga.
Struktur pengelola Hotel Edotel Kenari dipimpin oleh Kepala sekolah SMKN 6 Yogyakarta sebagai General Manajer dan Guru (Ketua Jurusan Perhotelan) sebagai Manajernya. Karyawan yang menunjang operasional hotel pun terdiri dari karyawan luar SMKN 6 Yogyakarta (dalam hal ini melalui proses seleksi sebagaimana mesatinya) dan siswa-siswa SMKN 6 Yogyakarta yang mengambil Jurusan Perhotelan.
Sebagai tambahan informasi, bahwa Prosedur perizinan dan kendala menurut hotel cakra kusuma yang berada di Jalan Kaliurang KM. 5,5 yaitu Prosedur perizinan yang dilakukan oleh hotel cakra kusuma untuk mendapatkan perizinan hotel sangat mudah. Dengan memberikan akta notaris, blueprint denah, serta KTP owner. Perizinannya pun tidak dipersulit hanya saja kurang transparan. Izin tersebut dikeluarkan 8 bulan sesudah permohonan perizinan tersebut diajukan. Dari keterangan tersebut membuktikan bahwa  proses perizinan usaha hotel itu memerlukan waktu yang tidak sebentar mengungat hal-hal administrasi sangat banyak diperlukan dan dipersiapkan.
Kemudian mengenai prosedur perizinan itu sendiri tidak ada kendala, akan tetapi terdapat kendala teknis yang ada pada saluran pembuangan limbah dari operasional hotel yang belum memadai untuk dijadikan penampungan khusus yang memerlukan waktu tidaklah sebentar. Karena adanya hambatan pada saluran pembuangan limbah itu,baru setelah 1 tahun kemudian diberikan saluran limbah untuk perhotelan yang ditentukan di daerah Kaliurang. sesuai dengan keputusan Bupati Sleman
BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Prosedur Pengajuan izin usaha Endotel Kenari telah menaati dan sesuai dengan Peraturan daerah Yogyakarta nomor 2 tahun 2002 dan peraturan Walikota Yogyakarta nomor 34 tahun 2008. Selain itu Endotel juga dibawah Menteri Pendidikan, pemuda dan olah raga (Mendikpora). Dengan menaati tata tertib sesuai perda dan Perwalkot, Endotel Kenari telah mengajukkan perizinan hotel sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan ditaungkan dalam bentuk nota kesepakatan (MoU) antara dinas pendidikan, pemuda dan olahraga dengan pemerintah kota dan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
2.      Hambatan yang dialami dalam perizinan Endotel tidaklah banyak, karena di bawah pengawasan Disdikpora dalam hal pendidikan kejuruan Perhotelan dan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam hal operasional hotel. Endotel dibantu dan dibimbing perizinannya oleh petugas dari dinas Perizinan kota Yogyakarta. Tanpa adanya hambatan yang berat, Endotel Kenari dapat difungsikan sebagai sarana pendidikan khususnya bagi para siswa SMKN 6 Yogyakarta yang diharapkan menciptakan outup SDM yang siap bersaing di dunia kerja.

B.     SARAN
1.      Untuk pemerintah
Mengupayakan perizinan peruntukan tanah dan pendirian hotel benar-benar dijaga. Karena banyak sekali hotel-hotel yang tidak sesuai dengan peruntukkan tanahnya, sehingga mengganggu pemandangan dan mengganggu tata letak kota. Pemerintah lebih melihat dan membantu pengusaha local terutama dalam bidang perhotelan dan izinnya lebih dipermudah.
Memberikan sosialisasi secara kesinambungan kepada masyarakat yang ingin mngajukan izin usaha perhotelan;
Pemerintah daerah seyogyanya tidak hanya mengedepankan profit yang berorientasi pada pendapatan daerah dari pajak perhotelan yang besar, namun harus mengkaji kemanfaatan dan keefektifan dari adanya bangunan hotel.
2.      Untuk masyarakat
Masyarakat seyogyanya mengetahui dan memahami apabila ingin mendirikan suatu bangunan hotel di wilayah Yogyakarta serta dampak yang ditimbulkan dari adanya bangunan hotel hal ini diperlukan sebagai control social terhadap kebijakan pemerintah daerah kota Yogyakarta.

3.      Untuk pendidikan
Diaharapkan mahasiswa mampu mengkaji dan mengkritisi mengenai kebijakan pemerintah daerah Yogyakarta yang tidak bersinergi dengan semangat pembangunan dengan tujuan kesejahteraan masyarakat. Dan dapat memberi masukan kepada pemerintah daerah kota Yogyakarta agar pembangunan hotel lebih terarah dan tetap dalam pengawasan yang ketat baik secara yuridis maupun sosiologis.






DAFTAR PUSTAKA



A.  Buku

Atmosudirdjo, Prajudi, 1981, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia

Basah, Sjachran, 1995, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi, Makalah pada Penataran Hukum Unair, Surabaya: ____________

Effendi, Taufik, 1988, Penerapan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Layak (AAUPL) di Lingkungan Peradilan Administrasi, Citra Aditya Bhakti

Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Yogyakarta: Liberty

Ridwan, 1993, Pengantar Hukum Perizinan, Surabaya: Yuridika
Ridwan, H. R., 2006, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Raja Grafindo
Soehino, 1972, Asas-asas Hukum Tata Pemerintahan, Yogyakarta: Seksi Hukum Ketatanegaraan pada Fakultas Hukum UGM

Surachman Dimyati, Aan, 1989, Pengetahuan Dasar Perhotelan, edisi Pertama, Cetakan Pertama, Jakarta: Devisi Gana

Sutedi, Adrian, 2010, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Jakarta: Sinar Grafika

Urbaningsih, Enny, 1998, Sanksi dan Ketertiban Perizinan, Mimbar Hukum No 28

Utrecht, 1957,  Pengantar dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Ichtiar
                    
Wibawa, Fahmi, 2007, Panduan Praktik Perizinan Usaha Terpadu, Jakarta: Cikal Sakti

B.  Peraturan Perundang-undangan

Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Hotel dan Penginapan


Peraturan Waliota Yogyakarta No. 34 Tahun 2008 tentang Penetapan Persyaratan Perizinan dan waktu pelayanan perizinan



[1] Pasal 1 huruf d dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Hotel dan Penginapan
[2] Aan Surachman Dimyati, 1989, Pengetahuan Dasar Perhotelan, edisi Pertama, Cetakan Pertama, Devisi Gana, Jakarta, hlm. 31.
[3] Sjachran Basah, 1995, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi, Makalah pada Penataran Hukum Unair, Surabaya, hlm. 1-2
[4] E. Utrecht, 1957,  Pengantar dalam Hukum Indonesia, Ichtiar, Jakarta, hlm. 187
[5] Adrian Sutedi, S.H., M.H., 2010, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 167
[6] Enny Urbaningsih, 1998, Sanksi dan Ketertiban Perizinan, Mimbar Hukum No 28, hlm. 210
[7] Soehino, 1972, Asas-asas Hukum Tata Pemerintahan, Seksi Hukum Ketatanegaraan pada Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, hlm. 116
[8] Adrian Sutedi, S.H., M.H., 2010, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 169
[9] Adrian Sutedi, ibid, hlm. 170
[10] Ridwan, H. R., 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo, Jakarta, hlm. 210-217
[11] Ridwan, 1993, Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika, Surabaya, hlm. 218
[12] Fahmi Wibawa, 2007, Panduan Praktik Perizinan Usaha Terpadu, Cikal Sakti, Jakarta, hlm. 54
[13] Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 60
[14] S.F. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hlm.  54
[15] Taufik Effendi, 1988, Penerapan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Layak (AAUPL) di Lingkungan Peradilan Administrasi, Citra Aditya Bhakti,  hlm. 9
[16] Ridwan, 1993, Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika, Surabaya, hlm. 71
[17] Pengklasifikasian Usaha Hotel Melati di golongkan ke dalam 3 (tiga) kelas dan dinyatakan dengan tanda bunga melati. Golongan Kelas tertinggi dinyatakan dengan tanda 3 (tiga) Bunga Melati, golongan kelas menengah dinyatakan dengan tanda 2 (dua) Bunga Melati dan golongan kelas terendah dinyatakan dengan tanda 1 (satu) Bunga Melati. Dan Penentuan penggolonggan Kelas Hotel Melati menurut tanda  Bunga Melati dinyatakan dengan Piagam oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.  Lihat pasal 9 dan 11 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 2 Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Hotel dan Penginapan.  
[18] Lihat Penjelasan Pasal 16 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 2 Tahun 2002. Yang dicetak tebal adalah fasilitas yang tidak tersedia di Edotel sehingga dikategorikan sebagai Hotel Melati kelas 2 (menengah).
[19] Lampiran I pada Peraturan Waliota Yogyakarta No. 34 Tahun 2008 tentang Penetapan Persyaratan Perizinan dan waktu pelayanan perizinan
[20] Lihat Pasal 20 Peraturan Daerah Yogyakarta No. 2 Tahun 2002.
[21] Lihat Pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah Yogyakarta No. 2 Tahun 2002 sebagaimana dirubah oleh Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2010 tentang Pariwisata Pasal 20 ayat (4).

0 komentar:

Posting Komentar